Video CCTV Perlihatkan Bumi Tak Hanya Retak, Tapi Melengkung
Hide Ads

Video CCTV Perlihatkan Bumi Tak Hanya Retak, Tapi Melengkung

Rachmatunnisa - detikInet
Sabtu, 09 Agu 2025 22:15 WIB
House destroyed by the passage of a hurricane in Florida.
Ilustrasi retakan. Foto: Getty Images/CHUYN
Jakarta -

Video CCTV yang memperlihatkan pergeseran patahan saat gempa besar baru-baru ini di Myanmar menggemparkan para ilmuwan dan pengamat awam ketika diunggah ke YouTube.

Pada tayangan kelima atau keenamnya, ahli geofisika Jesse Kearse melihat sesuatu yang lebih menarik lagi. Ketika Kearse dan koleganya Yoshihiro Kaneko di Universitas Kyoto menganalisis tayangan tersebut lebih cermat, mereka menyimpulkan bahwa video tersebut telah menangkap bukti visual langsung pertama dari pergeseran patahan melengkung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari Science Daily, ahli geologi gempa sering mengamati garis-garis halus melengkung, bekas goresan yang terbentuk oleh bongkahan-bongkahan batuan yang saling bergesekan selama proses patahan. Namun, hingga saat ini belum ada bukti visual mengenai pergeseran melengkung yang mungkin menciptakan garis-garis halus ini.

Dalam makalah mereka yang diterbitkan di The Seismic Record, Kearse dan Kaneko menyimpulkan, konfirmasi video mengenai pergeseran patahan lengkung dapat membantu para peneliti menciptakan model dinamis yang lebih baik tentang bagaimana patahan pecah.

ADVERTISEMENT

Video ini berasal dari rekaman kamera CCTV di sepanjang jalur Sesar Sagaing Myanmar, yang pecah pada 28 Maret akibat gempa magnitudo 7,7. Kamera ditempatkan sekitar 20 meter di sebelah timur patahan dan berjarak 120 kilometer dari hiposentrum gempa.

Video yang dihasilkan sungguh menakjubkan. Sebuah patahan bergerak yang belum pernah terlihat sebelumnya, berguncang diikuti oleh pergeseran tanah ke utara yang terlihat jelas di sisi barat patahan.

"Saya melihat ini di YouTube satu atau dua jam setelah diunggah, dan langsung membuat saya merinding. Ini menunjukkan sesuatu yang saya rasa sangat ingin dilihat oleh setiap ilmuwan gempa bumi, dan itu terjadi tepat di sana, sangat menarik," kenang Kearse.

Setelah mengamatinya berulang-ulang, dia menyadari hal lain. "Alih-alih benda bergerak lurus melintasi layar video, benda-benda tersebut bergerak di sepanjang jalur lengkung yang memiliki konveksitas ke bawah, yang langsung membuat saya teringat kembali," papar Kearse.

"Karena beberapa penelitian saya sebelumnya secara khusus membahas kelengkungan pergeseran patahan, tetapi dari catatan geologis," imbuhnya.

Kearse telah mempelajari garis licin melengkung yang terkait dengan gempa bumi lain, seperti gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,8 Kaikoura pada 2016 di Selandia Baru, dan implikasinya dalam memahami bagaimana patahan pecah.

"Dengan video Myanmar, kami berupaya mengukur pergerakannya dengan lebih cermat, untuk mengekstrak informasi kuantitatif yang objektif dari video tersebut, alih-alih hanya menunjuknya untuk mengatakan, lihat, itu melengkung," ujarnya.

Para peneliti memutuskan untuk melacak pergerakan objek dalam video melalui korelasi silang piksel, bingkai demi bingkai. Analisis ini membantu mereka mengukur laju dan arah pergerakan patahan selama gempa bumi.

Mereka menyimpulkan bahwa patahan bergeser 2,5 meter selama kurang lebih 1,3 detik, dengan kecepatan puncak sekitar 3,2 meter per detik. Hal ini menunjukkan bahwa gempa tersebut bersifat denyut, yang merupakan penemuan penting dan mengonfirmasi kesimpulan sebelumnya yang dibuat dari bentuk gelombang seismik gempa bumi lainnya. Selain itu, sebagian besar pergerakan patahan bersifat strike-slip (sesar geser), dengan komponen dip-slip (patahan) yang singkat.

Para peneliti menemukan bahwa kurva slip tersebut bergerak cepat pada awalnya, saat melaju hingga kecepatan puncak, kemudian tetap linier saat slip melambat.

Pola ini sesuai dengan apa yang sebelumnya diusulkan oleh para ilmuwan gempa bumi tentang kelengkungan geser, yaitu bahwa hal itu mungkin terjadi sebagian karena tekanan pada patahan di dekat permukaan tanah relatif rendah.

"Tekanan dinamis gempa bumi saat mendekat dan mulai memecah patahan di dekat permukaan tanah dapat menyebabkan kemiringan terhadap pergerakan patahan," kata Kearse.

Tekanan sementara ini awalnya mendorong patahan keluar dari jalur yang diinginkan, lalu ia menangkap dirinya sendiri dan melakukan apa yang seharusnya dilakukannya, setelah itu.

Para peneliti sebelumnya menyimpulkan bahwa jenis kelengkungan bergantung pada arah pergerakan patahan, dan konsisten dengan patahan dari utara ke selatan pada gempa bumi Myanmar. Ini berarti bahwa garis halus dapat merekam dinamika gempa bumi sebelumnya, yang dapat berguna untuk memahami risiko seismik di masa mendatang.




(rns/agt)
Berita Terkait