Pria Ini Alami Kematian Paling Mengerikan, Bikin Merinding
Hide Ads

Pria Ini Alami Kematian Paling Mengerikan, Bikin Merinding

Aisyah Kamaliah - detikInet
Rabu, 30 Jul 2025 16:03 WIB
Hisashi Ouchi - Korban Radiasi Nuklir
Kisah kematian Hisashi Ouchi menyayat hati. Sebab, kematiannya dianggap sebagai yang paling menyakitkan yang bisa dibayangkan. Ia meninggal karena radiasi. Foto: Unilad
Jakarta -

Kisah kematian Hisashi Ouchi menyayat hati. Sebab, kematiannya dianggap sebagai yang paling menyakitkan yang bisa dibayangkan. Ia meninggal karena paparan radiasi nuklir di tempatnya bekerja.

Hisashi Ouchi adalah teknisi yang bekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Tokaimura, Jepang. Pada 30 September 1999, ia bersama dua rekannya, Masato Shinohara dan Yutaka Yokokawa, bertugas memurnikan uranium oksida di pabrik pengolahan bahan bakar nuklir Tokaimura untuk menghasilkan bahan bakar untuk reaktor riset.

Tapi siapa sangka hari kerja biasa segera berubah menjadi bencana. Ouchi dan dua rekannya tak sengaja memicu pelepasan radiasi dari reaksi berantai nuklir yang tidak terkendali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awalnya, mereka melakukan proses pelarutan dan pencampuran uranium oksida yang diperkaya dengan asam nitrat untuk menghasilkan uranil nitrat. Ini adalah bahan bakar nuklir. Namun, mereka tidak mengikuti prosedur yang benar dan menambahkan terlalu banyak uranium ke dalam tangki pengendapan.

Dengan cepat, campuran tersebut mencapai titik kritis dan memicu reaksi nuklir berantai. Reaksi tersebut memancarkan radiasi neutron dan sinar gamma. Mereka pun melihat percikan biru terang di atas tangki dan segera menyadari bahwa sesuatu yang salah telah terjadi.

ADVERTISEMENT

Dampaknya, 119 anggota staf pun terkena radiasi berbahaya. Akan tetapi, Ouchi yang berinteraksi langsung menanggung beban paling berat akibat pelepasan tersebut. Ouchi yang saat itu berusia 35 tahun terpapar radiasi jauh di atas batas yang dapat ditoleransi manusia yakni sebesar 17 Sievert (Sv). Sebagai perbandingan, mereka yang pertama kali merespons ledakan Chernobyl pada tahun 1986 'hanya' terpapar 0,25 sv.

Shinohara dan Yokokawa juga terkena radiasi, tetapi dengan dosis yang lebih rendah, yaitu 10 Sv dan 3 Sv. Ouchi segera merasakan sakit yang luar biasa, muntah-muntah, dan pingsan di tempat.

Dengan sigap, para korban dilarikan ke Rumah Sakit Mito di mana dokter mencoba menyelamatkan nyawa mereka. Tetapi, kondisi Ouchi saat parah dan tidak ada harapan untuk sembuh.

Radiasi telah merusak sel-sel tubuhnya, menghancurkan kromosomnya, dan melelehkan kulitnya. Ia juga mengalami kehilangan darah, infeksi, gagal ginjal, dan kanker.

Meskipun demikian, para dokter dan peneliti tidak menyerah dan terus mempertahankan hidupnya dengan berbagai cara, termasuk transfusi darah, transplantasi kulit, dan mesin pendukung jantung. Mereka ingin meneliti efek radiasi pada tubuh manusia dan mencari cara untuk mengobatinya.

Sayangnya, seperti dapat diduga, upaya mereka sia-sia dan hanya menambah penderitaan Ouchi. Ouchi tidak bisa berbicara, bergerak, atau bahkan bernapas sendiri.

Laporan lokal mengungkap bahwa dia sempat menangis darah dan memohon pada dokter agar dihilangkan nyawanya. Ouchi mengalami kematian klinis beberapa kali, tetapi selalu dihidupkan kembali oleh dokter.

"Aku tidak tahan lagi! Aku bukan kelinci percobaan!" ucap Ouchi memohon dikutip dari Unilad, Rabu (30/7/2025).

Kian hari, nasib Ouchi makin menyedihkan. Sel-sel sumsum tulangnya mulai menunjukkan fragmentasi dan dokter mencatat bahwa ia tidak mampu meregenerasi sel-sel baru.

Dua minggu setelah kejadian tersebut, Ouchi sudah tidak bisa lagi mengonsumsi makanan dan harus makan melalui infus.

Setelah 83 hari berjuang melawan maut, Ouchi akhirnya meninggal pada 21 Desember 1999, akibat kegagalan multi-organ. Ia menjadi korban radiasi nuklir terparah dalam sejarah dan contoh manusia yang dipaksa hidup tersiksa demi penelitian. Sungguh tragis!




(ask/fay)
Berita Terkait