Para astronaut sering mengeluhkan nafsu makan hilang saat berada di luar angkasa. Sebenarnya, bagaimana rasa makanan di luar angkasa?
Meskipun pola makannya dirancang dengan cermat, para penjelajah luar angkasa sering kali kesulitan untuk makan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Makanan yang terasa lezat di Bumi, menjadi hambar dan membosankan saat berada di orbit.
Para peneliti dari Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) University, Melbourne, Australia, Julia Low, Grace Loke Mei, Ian Peake, Jayani Chandrapala, dan Lisa Newman, melakukan beberapa eksperimen di Bumi untuk mempelajari bagaimana perjalanan ruang angkasa dapat memengaruhi indra penciuman dan pengalaman seseorang terhadap makanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menemukan bahwa beberapa bau terasa jauh lebih kuat di lingkungan seperti luar angkasa, dan teori sebelumnya tentang bagaimana gravitasi nol memengaruhi tubuh tidak dapat menjadi cerita yang utuh. Hasil kami, yang dipublikasikan dalam International Journal of Food Science and Technology, dapat membantu merancang menu luar angkasa di masa mendatang," kata para peneliti, mengutip dari The Conversation.
Pengalaman yang Rumit
Makan adalah pengalaman multi-sensori yang melibatkan penglihatan, penciuman, pengecapan, pendengaran, dan sentuhan. Untuk menikmati rasa makanan misalnya, saat menggigit apel, kita memerlukan kombinasi sensasi, termasuk rasa (manis, asam), bau (kombinasi kompleks aroma apel), tekstur (renyah), warna (hijau, merah), dan sentuhan (kekencangan). Jika salah satu dari indera ini tumpul, kenikmatan kita terhadap makanan tidak akan sama.
Pengalaman menyantap makanan di luar angkasa sangat berbeda dengan apa yang biasa kita nikmati di Bumi. Salah satu kemungkinan penjelasan mengapa para penjelajah luar angkasa merasakan rasa yang berbeda adalah karena tidak adanya gravitasi.
Tanpa gravitasi, cairan tubuh tidak tertarik ke kaki tetapi malah bergeser ke kepala, yang menyebabkan sensasi seperti hidung tersumbat. Sebagai gambaran, jika kalian terkena flu, sulit merasakan dan menikmati makanan tanpa indra penciuman. Namun, mngkinkah ada alasan lainnya?
Pengaruh Lingkungan
Di luar angkasa, lingkungannya tidak dikenal dan monoton. Bisakah ini mengubah persepsi kita terhadap makanan?
"Konteks sangat memengaruhi pengalaman makan. Penelitian telah menunjukkan bahwa menyantap makanan yang sama di tempat yang berbeda dapat menimbulkan berbagai persepsi tentang makanan tersebut. Bayangkan menikmati sandwich saat piknik di taman yang indah dibandingkan menyantap sandwich yang sama dengan cepat di meja kerja," para peneliti memberikan gambaran.
Wahana antariksa adalah lingkungan tertutup dan terkurung, ruang kedap udara yang di dalamnya seseorang dikelilingi oleh kabel dan peralatan serta tidak ada batas antara ruang kerja dan ruang pribadi.
"Bayangkan berada dalam karantina akibat pandemi selama beberapa tahun dengan makanan dan barang-barang penting yang terbatas, dan hidung tersumbat terus-menerus," kata para peneliti.
Satu studi uji rasa membandingkan makanan pesawat yang dikonsumsi dalam tiga suasana: lingkungan laboratorium sensorik klasik (bilik yang tenang, tertutup atau semi-tertutup), lingkungan pesawat semi-realistis yang disimulasikan di laboratorium menggunakan perabotan pesawat, dan penerbangan sesungguhnya.
Penumpang dalam simulasi pesawat menikmati makanan mereka hampir sama seperti penumpang dalam penerbangan sesungguhnya. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan pesawat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kenikmatan makanan.
Keajaiban Molekular Aroma
Aroma adalah campuran kompleks molekul dengan struktur kimia unik, memengaruhi cara molekul tersebut berinteraksi dengan reseptor penciuman di hidung untuk membentuk bau khas.
"Studi kami menunjukkan bahwa hanya senyawa aroma tertentu yang dirasakan secara berbeda di lingkungan seperti luar angkasa. Kami menemukan bahwa molekul berbau manis cenderung dirasakan lebih kuat," tulis peneliti.
Vanili dan almond, yang keduanya mengandung senyawa benzaldehida yang manis, beraroma almond atau ceri, tercium lebih kuat di stasiun luar angkasa yang disimulasikan menggunakan perangkat virtual reality (VR) dibandingkan di lingkungan kontrol. Sebaliknya, tidak ada perbedaan dalam persepsi aroma lemon.
Pengetahuan ini dapat digunakan dalam mendesain hidangan luar angkasa. Misalnya, aroma manis dapat digunakan sebagai penambah rasa atau aditif untuk menonjolkan rasa lain dan menambah cita rasa.
Memahami bagaimana senyawa aroma ini berinteraksi satu sama lain, dan menemukan tingkat konsentrasi yang tepat sangatlah penting. Dan tentu saja, tidak ada satu rasa pun yang cocok untuk semua orang.
Implikasi Penelitian
Pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana bau dipersepsikan di lingkungan seperti luar angkasa dapat menginspirasi cara untuk menciptakan pola makan yang dipersonalisasi berdasarkan pengalaman sensorik dan preferensi unik setiap astronaut.
Dengan menyesuaikan aroma makanan, kita dapat mendorong para penjelajah luar angkasa untuk tidak hanya makan lebih banyak, tetapi juga lebih menikmati makanan.
Solusi ini juga dapat membantu orang-orang di Bumi yang tinggal di lingkungan terisolasi atau terbatas, seperti penghuni panti jompo, individu yang sedang menjalani penempatan militer, dan awak kapal selam.
(rns/rns)