Kalau Bumi Kekeringan, Air Laut Bisa Jadi Solusi?

Rachmatunnisa - detikInet
Sabtu, 01 Jun 2024 05:48 WIB
Kalau Bumi Kekeringan, Air Laut Bisa Jadi Solusi? Foto: Matt Hardy/Unsplash
Jakarta -

Sekitar 70% permukaan Bumi tertutupi air dan kurang dari 1% sebenarnya dapat diminum. Jika Bumi suatu saat nanti kekurangan air, bisakah air laut menjadi solusi?

Jawabannya tidak semudah ya dan tidak. Desalinasi atau proses menghilangkan komponen mineral dari air asin mengkonsumsi energi yang sangat besar dan beracun bagi lingkungan. Di sisi lain, sumber daya air tawar yang tidak konvensional saat ini sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia di daerah kering.

Sayangnya, sumber daya air tawar yang terbatas ini terdistribusi sangat tidak merata. Di daerah yang panas dan kering dengan populasi yang terus bertambah dan taraf hidup yang meningkat, tidak ada cukup air mengalir. Situasi ini kemudian diperburuk perubahan iklim.

Karena solusi seperti penyemaian awan atau bahkan 'pemanenan' gunung es masih belum terbukti dalam skala besar, desalinasi lautan kita menjadi air minum menjadi cara terakhir untuk daerah tahan kekeringan yang menderita kemiskinan air.

Untuk kebutuhan itu, manusia menggunakan konsep yang sudah berusia berabad-abad menggunakan distilasi termal atau membran osmosis balik untuk memisahkan garam dari laut.

Teknik ini sekarang digunakan secara global, dengan lebih dari 20 ribu pabrik desalinasi yang saat ini beroperasi di lebih dari 170 negara, dan 10 terbesar ada di Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Israel.

"Sekitar 47% air desalinasi dunia diproduksi di Timur Tengah dan Afrika Utara", kata Manzoor Qadir, Deputy Director di United Nations University Institute for Water, Environment and Health seperti dikutip dari DW News.

Daerah gersang ini hanya memiliki sedikit pilihan karena, menurut Qadir, mereka menghasilkan kurang dari 500 meter kubik air per kapita melalui curah hujan atau limpasan sungai yang merupakan setengah dari batas atas kelangkaan air seperti yang didefinisikan oleh PBB. Sebaliknya, Amerika Serikat menghasilkan 1.207 meter kubik air tawar per orang.

"Kelangkaan air akan memburuk karena populasi meningkat seiring dengan suhu , dan Afrika Sub-Sahara diperkirakan akan menjadi 'hotspot' kelangkaan air pada tahun 2050," sebut Qadir.

Berbicara desalinasi, menurutnya ini adalah pilihan yang bagus dalam meningkatkan sumber daya air. Ia menambahkan, biaya desalinasi telah turun drastis dari sekitar USD 5 per meter kubik (1.000 liter) pada tahun 2000-an menjadi 50 sen saat ini.

"Tidak perlu dipikirkan lagi. Untuk negara seperti Cyprus misalnya, tidak ada pilihan lain jika ingin mempertahankan standar hidup ini," kata Frithjof C. Kuepper, ketua keanekaragaman hayati laut di University of Aberdeen dan pakar dampak lingkungan dari desalinasi di Siprus.

Untuk diketahui, Siprus adalah negara terpanas dan terkering di Eropa, sehingga sangat mengandalkan desalinasi untuk 80% air minumnya. Dengan curah hujan yang bervariasi yang mengharuskan pembatasan air di negara itu sejak tahun 1990-an, Kuepper menjelaskan bahwa pemerintah Siprus pertama kali mencoba menutupi kekurangan tersebut dengan mengirimkan air dari Yunani.

"Tapi biayanya sekitar sepuluh kali lipat dari desalinasi," katanya, seraya menambahkan bahwa pemerintah mulai membangun pabrik desalinasi pada awal 2000-an untuk menghindari kekurangan air.

Selanjutnya: Dampak desalinasi pada laut dan iklim




(rns/rns)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork