Astronom telah mendeteksi gas air di piringan pembentuk planet di sekitar bintang V883 Orionis, sekitar 1.300 tahun cahaya dari Bumi. Deteksi air mendukung gagasan bahwa air di Bumi bahkan mungkin lebih tua dari Matahari kita.
Air ini, yang dideteksi menggunakan teleskop Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA), membawa tanda kimia yang menjelaskan perjalanan air dari awan gas pembentuk bintang ke planet.
"Kami sekarang dapat menelusuri asal usul air di Tata Surya kita sebelum terbentuknya Matahari," kata John J Tobin, astronom di National Radio Astronomy Observatory, AS dan penulis utama studi tersebut, dikutip dari The Economic Times seperti dilansir Selasa (28/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penemuan yang dipublikasikan di Nature ini, diperoleh dengan mempelajari komposisi air pada piringan pembentuk planet di sekitar bintang V883 Orionis.
Ketika awan gas dan debu runtuh, ia membentuk sebuah bintang di pusatnya. Di sekitar bintang, materi dari awan juga membentuk piringan. Selama beberapa juta tahun, materi di piringan tersebut menggumpal membentuk komet, asteroid, dan akhirnya planet.
Tobin dan timnya menggunakan ALMA untuk mengukur tanda-tanda kimiawi air dan jalurnya dari awan pembentuk bintang ke planet-planet.
Air biasanya terdiri dari satu atom oksigen dan dua atom hidrogen. Tim Tobin mempelajari versi air yang sedikit lebih berat dengan salah satu atom hidrogen digantikan dengan deuterium, yakni isotop hidrogen yang berat.
Karena air sederhana dan air berat terbentuk dalam kondisi yang berbeda, rasio keduanya dapat digunakan untuk melacak kapan dan di mana air tersebut terbentuk.
Misalnya, rasio pada beberapa komet di Tata Surya terbukti serupa dengan rasio air di Bumi, sehingga menunjukkan bahwa komet mungkin telah mengantarkan air ke Bumi, kata studi tersebut.
Tim menggunakan ALMA, serangkaian teleskop radio di Chili utara, untuk mengamati gas air di V883 Orionis. Berkat kepekaan dan kemampuannya membedakan detail-detail kecil, mereka mampu mendeteksi air dan menentukan komposisinya, serta memetakan distribusinya di dalam cakram, kata studi tersebut.
Dari pengamatan, para ilmuwan menemukan bahwa piringan ini mengandung setidaknya 1.200 kali lipat jumlah air di seluruh lautan di bumi.
Perjalanan air dari awan ke bintang-bintang muda, kemudian dari komet ke planet-planet sebelumnya telah diamati, namun hingga kini hubungan antara bintang-bintang muda dan komet masih belum ada.
"V883 Orionis adalah missing link dalam kasus ini. Komposisi air dalam cakram sangat mirip dengan komposisi komet di Tata Surya kita," kata Tobin.
"Ini adalah konfirmasi gagasan bahwa air di sistem planet terbentuk miliaran tahun yang lalu, sebelum Matahari, di ruang antarbintang, dan telah diwarisi oleh komet dan Bumi, relatif tidak berubah," jelasnya.
Namun mengamati air ternyata sulit. "Sebagian besar air dalam cakram pembentuk planet membeku menjadi es, sehingga biasanya tersembunyi dari pandangan kita," kata rekan penulis Margot Leemker dari Leiden Observatory di Belanda.
Air berbentuk gas dapat dideteksi berkat radiasi yang dipancarkan molekul saat mereka berputar dan bergetar. Namun hal ini menjadi lebih rumit ketika air membeku, karena pergerakan molekul lebih terbatas.
Air berbentuk gas dapat ditemukan di bagian tengah cakram, dekat bintang, yang suhunya lebih hangat. Namun, wilayah terdekat ini tersembunyi oleh cakram debu itu sendiri, juga terlalu kecil untuk dicitrakan dengan teleskop, kata studi tersebut.
Untungnya, dalam penelitian terbaru, cakram V883 Orionis terbukti sangat panas. Ledakan energi yang dramatis dari bintang memanaskan piringan tersebut.
"Sehingga, ini adalah suhu yang membuat air tidak lagi berbentuk es, melainkan gas, dan memungkinkan kita untuk mendeteksinya," kata Tobin.
(rns/fay)