Ketakutan yang Kuat
Sebuah studi mengenai dampak 'sensitivitas rasa takut' terhadap ideologi politik menunjukkan kesimpulan serupa. Sebanyak 46 orang partisipan dari Nebraska ditanyai tentang pandangan mereka mengenai berbagai isu politik, mulai dari perang Irak hingga hukuman mati. Mereka yang mempunyai pendapat kuat diundang untuk melanjutkan ke tahapan kedua.
Selanjutnya para relawan diperlihatkan serangkaian gambar yang mengancam, seperti seorang pria ketakutan dengan laba-laba di wajahnya, dan dikejutkan dengan suara keras saat mereka dinilai respons fisiologisnya terhadap rasa takut, seperti seberapa konduktif kulit mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang lebih mudah terkejut dalam kelompok tersebut cenderung memiliki pandangan yang lebih mengarah ke sayap kanan, hal ini sejalan dengan pola yang muncul dari kaum konservatif yang lebih sensitif terhadap aspek-aspek negatif lingkungan.
"Jadi, mungkin retorika politik yang memicu rasa takut, yang menekankan risiko terorisme, ketidakstabilan ekonomi, dan sebagainya, dapat memiliki dampak yang halus namun kuat pada beberapa kelompok masyarakat ketika digunakan untuk mencoba dan mempengaruhi perolehan suara," ujarnya.
Bias Negatif
Bias bawah sadar lainnya yang kerap dieksploitasi oleh kampanye politik, salah satu dampaknya adalah apa yang disebut ' bias negatif', yaitu kecenderungan orang-orang yang lebih suka mengingat informasi negatif, dan membiarkan emosi negatif mendominasi pengambilan keputusan.
Penelitian Krosnick menunjukkan bahwa ketika politisi menekankan kualitas negatif lawannya, hal ini dapat meningkatkan jumlah pendukungnya.
Pada tahun 1990an, ia mempelajari bagaimana perasaan masyarakat terhadap politisi mempengaruhi kemungkinan mereka untuk memilih. Seperti yang bisa diduga, ia mendapati bahwa rasa menyukai kedua kandidat sama-sama memberikan sedikit motivasi untuk memilih.
Meskipun pemilih tidak menyukainya, mereka tetap tidak terlalu tertarik. Sebaliknya, rasa tidak suka adalah alasan yang jauh lebih kuat untuk memberikan suara.
"Jika Anda tidak menyukai setidaknya salah satu dari dua kandidat, maka Anda benar-benar termotivasi untuk berpartisipasi. Jadi dengan kata lain, ketidaksukaan terhadap seorang kandidat itulah yang memotivasi jumlah pemilih," kata Krosnick.
Pengaruh Cuaca
Keputusan yang didasarkan pada emosi negatif juga bisa berdampak sebaliknya. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa para pemilih secara tidak sadar menghukum para politisi ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginan mereka, bahkan untuk isu-isu yang sama sekali tidak berkaitan dengan politik.
Kebiasaan pemilih yang tidak menentu ini tergambar jelas dalam pemilu antara Al Gore dan George W Bush pada tahun 2000. Pemilu ini diikuti oleh serangkaian kekeringan dan banjir yang parah, yang membuat ilmuwan politik Larry Bartels dan Christopher Achen bertanya-tanya: apakah para pemilih akan menyalahkan kesialan mereka? Petahana dari Partai Demokrat?
"Analisis terhadap pola pemungutan suara dan cuaca di 54 negara bagian menunjukkan bahwa jumlah pemilih di negara bagian tersebut turun 3,6% dibandingkan biasanya. Sebanyak 2,8 juta orang memilih menentang Al Gore pada tahun 2000 karena negara bagian mereka terlalu kering atau terlalu basah," ujarnya.
Jika pola pemungutan suara bisa berasal dari bias yang tidak disadari, apakah hal itu mengurangi validitasnya? "Ini pertanyaan yang menarik", kata Inbar.
"Jika saya bisa menjelaskan mengapa Anda menyukai es krim, apakah Anda salah jika menyukai es krim? Secara individu, saya rasa tidak. Namun, sangat penting untuk menyadari faktor-faktor yang mungkin memicu bias tersembunyi Anda, saat Anda memberikan suara di kotak suara," tulisnya.