Giant Sea Wall yang Dibahas di Debat Pilpres Menurut BMKG
Hide Ads

Giant Sea Wall yang Dibahas di Debat Pilpres Menurut BMKG

Rachmatunnisa - detikInet
Jumat, 02 Feb 2024 17:01 WIB
Cawapres Muhaimin Iskandar menyinggung Proyek Tanggul Laut Raksasa atau Giant Sea Wall (GSW) Pantura dalam Debat Cawapres keempat. Seberapa penting GSW.
Giant Sea Wall yang Dibahas di Debat Pilpres Menurut BMKG. Foto: Pradita Utama/detikcom
Jakarta -

Pembangunan Giant Sea Wall atau proyek tanggul laut raksasa di sepanjang Pantai Utara Jawa (Pantura) menuai pro dan kontra, terutama terkait dampaknya terhadap kerusakan ekologi. Topik ini kembali menghangat karena dibahas dalam Debat Pilpres 2024.

Apakah Giant Sea Wall efektif melindungi wilayah pesisir dari banjir dan erosi pantai? Ketua Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dr. Agie Wandala Putra menjelaskan bahwa Giant Sea Wall adalah bentuk intervensi manusia untuk menahan air laut menghantam darat.

"Ketika terjadi perubahan iklim dan lingkungan global, salah satu yang paling kita khawatirkan, termasuk juga kota-kota yang tumbuh di sepanjang Pantura, adalah penurunan tanah," kata Agie menjawab pertanyaan mengenai isu ini, dalam diskusi tentang cuaca ekstrem di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Rabu (31/1).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, sebut Agie, fenomena astrologis juga berdampak pada banjir rob. Bencana banjir rob atau banjir laut pasang, sering terjadi pada pemukiman yang berada di pinggir laut.

"(Banjir rob) itu akan selalu terjadi. Maka dari perspektif alaminya bahwa ancaman terhadap bencana rob itu adalah sesuatu yang memang periodikal. Jika pertanyaannya apakah dia (Giant Sea Wall) bisa menahan (air laut ke darat), ya jawabannya bisa," papar Agie.

ADVERTISEMENT

Namun jika mempertanyakan apakah Giant Sea Wall merupakan solusi yang berkelanjutan, lanjut Agie, maka belum tentu megaproyek ini efektif.

"Apakah itu adalah solusi sustainable ke depan? Belum tentu. Karena dengan perubahan iklim global yang semakin tinggi, ancaman bencana rob juga akan semakin tinggi," ujarnya.

Ia menyebutkan, fenomena banjir rob bisa jadi diikuti fenomena lain yang bersamaan datang dengannya. Contohnya ketika ada ancaman cuaca ekstrem akibat gelombang tinggi dan bersamaan dengan periode rob, risiko air laut tumpah ke darat menjadi berkali lipat.

"Jadi apakah (Giant Sea Wall) bisa menahan karena aspek hantaman dari pesisir, tentu bisa karena sifatnya menutupi. Tapi apakah itu sustainable solution? Mungkin
tidak," jelasnya.

Ia juga memberikan catatan, pembangunan proyek seperti Giant Sea Wall harus sangat berhati-hati terhadap perubahan lingkungan yang manusia ciptakan.

"Kita tidak boleh mendzolimi kondisi lingkungan. Karena kita modifikasi arah pesisirnya, maka itu bisa merusak kondisi lingkungan. Itu yang perlu kita antisipasi," simpulnya.




(rns/rns)