AI Microsoft Dipakai Buat Cari Material Baterai Pengganti Litium
Hide Ads

AI Microsoft Dipakai Buat Cari Material Baterai Pengganti Litium

Anggoro Suryo - detikInet
Kamis, 11 Jan 2024 15:53 WIB
NEW YORK, NY - MAY 2: The Microsoft logo is illuminated on a wall during a Microsoft launch event to introduce the new Microsoft Surface laptop and Windows 10 S operating system, May 2, 2017 in New York City. The Windows 10 S operating system is geared toward the education market and is Microsofts answer to Googles Chrome OS. (Photo by Drew Angerer/Getty Images)
Foto: Drew Angerer/Getty Images
Jakarta -

Usaha Microsoft dan Pacific Northwest National Laboratory (PNNL) untuk mencari material baterai pengganti Litium.

Dalam penelitian tersebut, Microsoft dan PNNL memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan cloud computing berskala besar untuk mempercepat prosesnya. Dan, sejauh ini sudah menghasilkan satu material yang menjanjikan.

Keduanya menemukan elektrolit solid state jenis baru yang bisa mengurangi risiko baterai meledak, tidak seperti material litium ion yang banyak di baterai saat ini. Material baru ini juga tak membutuhkan banyak litium, yang saat ini makin sulit ditemukan karena tingginya permintaan baterai untuk mobil elektrik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Material yang dimaksud ini adalah kombinasi litium dan sodium, bahan yang tersedia sangat banyak di bumi. Microsoft menyebut material ini bisa mengurangi jumlah sodium yang dipakai di baterai sampai dengan 70%.

Ditambah lagi, materialnya bisa dipakai untuk membuat baterai solid state yang jauh lebih aman dibanding baterai litium ion yang ada saat ini, yaitu yang memakai elektrolit cair yang rawan terbakar.

ADVERTISEMENT

Perjalanan material ini masih banyak karena masih membutuhkan banyak pengujian. Namun para peneliti melihatnya dari sisi lain, yaitu potensi pemanfaatan AI generatif untuk mempercepat pekerjaan mereka.

"Point utamanya adalah untuk mendapatkan kecepatan untuk menemukan ide, sebuah material baru. Jika kita bisa melihat akselerasi seperti itu, tebakan saya adalah ini menjadi cara di masa depan untuk menemukan material seperti ini," kata Karl Mueller, peneliti dan direktur program pengembangan di PNNL, seperti dikutip detikINET dari The Verge, Kamis (11/1/2024).

Kerja sama keduanya ini dimulai saat Microsoft mengontak peneliti PNNL pada 2023 lalu. Tujuannya adalah menawarkan Azure Quantum Elements (AQE), platform yang menghadirkan high performance computing (HPC) dan AI, dan nantinya, quantum computing. Program ini diluncurkan pada tahun 2023 dan difokuskan untuk penelitian kimia dan material sains.

Para peneliti PNNL kemudian menggunakan AQE untuk mencari material baterai baru yang menggunakan litium lebih sedikit, dan AQE langsung memberi saran 32 juta kandidat material.

Dari situ, sistem AI meneliti lebih lanjut untuk mencari material yang cukup stabil digunakan, dan hasilnya ada 500 ribu. Kemudian dipersempit lagi dengan berbagai parameter, misalnya bagaimana materian tersebut menghantarkan energi, mensimulasikan bagaimana pergerakan atom dan molekul di antara material, dan tentunya ketersediaan dan harga material tersebut.

Akhirnya kandidat material yang tersisa ada 23, dan lima di antaranya adalah material yang sudah diketahui. Proses pencarian itu hanya membutuhkan waktu 80 jam.

"32 juta adalah jumlah yang tak akan pernah bisa kami temukan. Bayangkan seorang manusia duduk dan meneliti 32 juta material dan memilih satu atau dua dari jumlah itu. Ini hal yang tak mungkin terjadi," kata Vijay Murugesan, peneliti di PNNL.

Dari material yang disarankan AQE tersebut, dipilih satu dan kemudian dibuat menjadi baterai. Tim peneliti PNNL bisa membuat baterai yang bisa beroperasi dari material tersebut, yang kemudian dipakai untuk menyalakan lampu dan jam.

Setidaknya dibutuhkan ratusan prototipe baterai yang perlu dibuat, diuji, dan diperbaiki sampai akhirnya material tersebut terbukti bisa dipakai. Jadi, hasil penelitiannya ini mungkin tak akan tersedia di pasaran dalam waktu dekat.




(asj/fay)