Cuaca Panas! 5 Petaka Ini Bisa Terjadi Jika Bumi Makin Membara
Hide Ads

Cuaca Panas! 5 Petaka Ini Bisa Terjadi Jika Bumi Makin Membara

Rachmatunnisa - detikInet
Rabu, 20 Des 2023 19:45 WIB
Fenomena tanah retak diakibatkan akibat musim kemarau berkepanjangan. Namun, akhir-akhir ini pun tanah retak malah diakibatkan perubahan iklim.
Cuaca Panas! 5 Petaka Ini Bisa Terjadi Jika Bumi Makin Membara. Foto: Getty Images
Jakarta -

Cuaca panas yang sedang melanda sebagian wilayah Indonesia kembali mengingatkan kita semua betapa Bumi menjadi semakin panas. Laju pemanasan global yang tak terkendali bisa menyebabkan deretan petaka yang menyengsarakan.

Batasan suhu pemanasan global 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri dipuji sebagai salah satu keberhasilan besar Perjanjian Paris tahun 2015.

Delapan tahun setelah Perjanjian Paris, satu-satunya perubahan yang tampak adalah parahnya krisis iklim dan sering terjadinya anomali cuaca. Perusahaan-perusahaan minyak mengumpulkan rekor keuntungan dan berencana memperluas produksi, emisi telah meningkat ke tingkat rekor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Didorong oleh El Niño, suhu global tahun ini lebih tinggi dibandingkan suhu sebelumnya dalam sejarah umat manusia dan berdampak buruk terhadap kematian manusia, kerusakan ekosistem, dan persediaan makanan.

Dalam 10 bulan pertama tahun 2023, pemanasan global sudah mencapai 1,4 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, dan kemungkinan segera mencapai 1,5 derajat Celcius dalam waktu dekat.

ADVERTISEMENT

Badan sains terkemuka PBB, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menguraikan semakin besarnya risiko bencana jika Bumi melampaui suhu 1,5 derajat Celcius. Negara-negara didesak untuk mengurangi emisi karbon hingga hampir setengahnya pada tahun 2030 agar ada peluang untuk mencegahnya.

"1,5 derajat Celcius lebih mematikan daripada benda tajam dan siapa pun yang memahami fisika pasti mengetahui hal itu," kata James Hansen, mantan ilmuwan iklim NASA, dikutip dari The Guardian.

"Menjaga suhu 1,5 derajat Celcius adalah prioritas utama," tegas presiden Cop28, Sultan Al Jaber awal tahun ini.

Masih banyak ilmuwan dan aktivis yang ingin terus memperjuangkan suhu 1,5C, meski banyak pula yang berpendapat sudah terlambat. Hal ini bukan hanya karena merupakan target politik yang berguna, namun karena ini merupakan pengingat bahwa kenaikan suhu sekecil apapun adalah persoalan hidup dan mati bagi manusia dan spesies lainnya yang tak terhitung jumlahnya.

Berikut adalah deretan petaka yang bisa terjadi jika cuaca panas terjadi secara terus menerus dan suhu Bumi melampaui 1,5 derajat Celcius.

1. Kerawanan pangan, air, dan terjadi konflik

Mereka yang paling terkena dampak suhu dan cuaca panas biasanya adalah pihak yang paling tidak bisa disalahkan, yaitu masyarakat rentan terhadap perubahan iklim yang tinggal di negara-negara dengan perekonomian miskin dan sistem layanan kesehatan yang lebih lemah.

"Tujuh puluh juta lebih orang di Afrika diperkirakan akan mengalami ketahanan pangan akut pada suhu 2 derajat Celcius dibandingkan jika suhu Bumi bisa diredam di 1,5 derajat Celcius," kata Catherine Nakalembe yang memimpin program NASA Harvest di Afrika.

Pada suhu yang lebih rendah, katanya, model komputer menunjukkan kemungkinan terjadinya kekeringan parah 30% lebih kecil dibandingkan suhu 2 derajat Celcius di Afrika bagian selatan.

Sementara di Afrika barat, hasil panen jagung dan sorgum bisa 40% hingga 50% lebih rendah pada suhu 2 derajat Celcius dibandingkan 1,5 derajat Celcius. Kelangkaan air juga akan berdampak pada 50% orang.

Dengan semakin besarnya kerawanan pangan, maka semakin besar pula risiko konflik dan insentif yang lebih besar untuk bermigrasi. Bahkan pada tingkat bencana yang terjadi saat ini, bencana terus terjadi di berbagai wilayah di benua ini, seperti kekeringan parah yang membawa kesengsaraan di sebagian besar Afrika timur pada tahun 2019, atau topan Idai yang menghancurkan Afrika bagian selatan pada tahun yang sama.

2. Hancurnya hutan Amazon dan keragaman hayati

Sebanyak 18% spesies serangga, 16% tumbuhan, dan 8% vertebrata diperkirakan akan kehilangan separuh habitatnya pada suhu 2 derajat Celcius, setidaknya dua kali lipat dibandingkan pada suhu 1,5 derajat Celcius.

Amazon dan hutan hujan tropis lainnya juga akan berkurang lebih cepat pada musim kemarau yang diperkirakan akan berlangsung sebulan lebih lama dengan suhu 2 derajat Celsius dibandingkan 1,5 derajat Celsius, dengan kemungkinan terjadinya panas ekstrem tiga kali lebih besar.

Hal ini meningkatkan kemungkinan hutan hujan akan mencapai titik kritis, yang kemudian akan mengering dan menjadi sabana yang tidak bisa menyerap karbon dan menghilangkan jalur transportasi air, dan fungsi pendinginan.

Selanjutnya: Laut merana hingga manusia tak bisa beradaptasi

3. Laut dan terumbu karang merana

Pemanasan dunia berdampak pada kesehatan lautan di dunia. Pengasaman dan penipisan oksigen memberikan tekanan pada perikanan yang menjadi sumber ketergantungan miliaran orang.

Sistem terumbu karang yang dulunya aktif, yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan pH air , sudah mengalami peristiwa pemutihan dan akan semakin merana kondisinya seiring dengan kenaikan suhu Bumi meski 'hanya' beberapa derajat saja.

Pada suhu 1,5 derajat Celcius, mungkin sudah terlambat untuk menyelamatkan penduduk di Karibia dan sebagian Samudra Hindia bagian barat. Hal ini akan menyisakan antara 10% hingga 30% yang tersisa dalam kondisi kesehatan yang baik.

Pada suhu 2 derajat Celcius, tingkat kelangsungan hidup turun menjadi antara 1% hingga 10% karena daerah yang sehat menjadi lebih terisolasi, rentan, dan tidak mampu bereproduksi.

4. Es mencair dan naiknya permukaan laut

Negara-negara kepulauan kecil merasakan semakin sedikit ruang untuk berkompromi. Keberadaan sebagian besar negara-negara yang berada di dataran rendah berpotensi bergantung pada suhu setengah derajat antara 1,5 hingga 2 derajat Celcius yang akan menambah setidaknya 10cm kenaikan permukaan laut pada akhir abad ini. Naiknya permukaan air laut naik menyebabkan 10 juta orang berisiko terkena banjir dan gelombang badai.

Pemanasan yang cepat di Lingkaran Arktik, telah menimbulkan kekhawatiran tidak hanya kenaikan permukaan laut tetapi juga mencairnya lapisan es, pelepasan emisi metana, hingga runtuhnya gletser besar di Antartika. Sejumlah hal ini sudah mulai terjadi sekarang.

5. Makhluk hidup tak bisa beradaptasi

Gangguan iklim adalah bagian dari kehidupan makhluk hidup di Bumi, termasuk manusia. Meskipun suhu tahun ini sangat panas, para ilmuwan mengatakan cuaca akan terasa relatif lebih dingin dalam beberapa dekade mendatang dan kemampuan umat manusia untuk mengatasinya menjadi semakin sulit dan mahal jika dunia semakin lama menunggu dan makin panas memanas. Manusia pun bisa kehilangan kemampuannya beradaptasi.

Aïda Diongue-Niang, penulis utama IPCC dari Badan Meteorologi Senegal, mengatakan laporan sintesis terbaru PBB mengamati dampak yang semakin besar terhadap komunitas rentan dan marginal, termasuk masyarakat adat dan produsen skala kecil.

Meskipun negara-negara telah sepakat membentuk dana kerugian dan kerusakan sebagai kompensasi bagi negara-negara yang terkena dampak terburuk, ia mencatat berkurangnya efektivitas dukungan ekonomi di dunia yang makin membara.

"Efektivitas adaptasi menurun seiring dengan meningkatnya pemanasan global," kata Diongue-Niang.

Dia mengatakan peristiwa cuaca ekstrem pada tahun 2023 harus menjadi peringatan bagi semua pihak agar mengambil tindakan ambisius untuk menjaga tingkat pemanasan global pada suhu 1,5 derajat Celcius, atau sedekat mungkin, pada akhir abad ini.