Sisi Gelap Megaproyek Kota Futuristik Neom di Arab Saudi
Hide Ads

Sisi Gelap Megaproyek Kota Futuristik Neom di Arab Saudi

Rachmatunnisa - detikInet
Kamis, 07 Des 2023 13:15 WIB
Neom City
Megaproyek Neom City. Foto: Neom
Jakarta -

Meski menuai kritikan, Arab Saudi terus melanjutkan pembangunan Neom, sebuah kota futuristik dan proyek ekologis bergengsi untuk mengubah wajah negaranya menjadi pusat ekonomi dunia dan pariwisata.

Menurut laporan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB atau OHCHR baru-baru ini, orang-orang dari suku Howeitat yang tinggal di wilayah yang sedang dibangun tersebut telah mengungsi dan rumah mereka dibongkar tanpa kompensasi yang memadai.

Selain itu, satu orang Howeitat telah terbunuh dan tiga anggota suku lainnya telah dijatuhi hukuman mati, sementara tiga lainnya dijatuhi hukuman penjara 50 tahun atas tuduhan terorisme.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Meskipun didakwa melakukan terorisme, sebenarnya mereka dilaporkan ditangkap karena menolak penggusuran paksa atas nama proyek Neom dan pembangunan kota linier sepanjang 170 km bernama The Line," kata laporan itu.

Semua pelanggaran hak asasi manusia ini terjadi meskipun penguasa de facto Arab Saudi, Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) berjanji bahwa orang-orang yang terkena dampak pekerjaan konstruksi megaproyek ini akan diikutsertakan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan.

ADVERTISEMENT

Pembangunan Neom senilai USD 500 miliar adalah perwujudan Visi Arab Saudi 2030 untuk perbaikan ekonomi dan sosial negara kerajaan tersebut. Menurut rencana pembangunannya, Neom yang diperkirakan akan dibuka pada tahun 2039 akan menempati lahan seluas 26.500 kilometer persegi wilayah Saudi di dekat pantai Laut Merah.

Pemerintah Saudi berencana kota tersebut akan memanfaatkan teknologi mutakhir dengan fokus pada kecerdasan buatan, dan dilengkapi dengan bandara, kereta cepat, dan drone, dan semuanya menggunakan sumber energi terbarukan. Proyek ini juga berfungsi sebagai platform luas untuk investasi internasional.

The Line neomArab Saudi sedang membangun kota The Line dalam satu jalur yang membelah gurun pasir. Foto: Unwired

Hak asasi manusia tidak menjadi prioritas

Sebastian Sons, peneliti senior di Center for Applied Research in Partnership with the Orient (CARPO) yang berbasis di Jerman, menyebutkan bahwa banyak konsultan internasional saat ini bekerja di Neom.

"Ada beberapa penerbangan langsung dari Neom ke London atau ke New York, sehingga ambisinya jelas: Arab Saudi benar-benar ingin mewujudkan Neom," kata Sons seperti dikutip dari DW.

Dia melihat Neom sebagai simbol rencana Mohammed bin Salman untuk memimpin negara menuju modernitas baru. "Karena daya tarik internasionalnya, ada tekanan besar untuk melaksanakan proyek ini. Jika gagal, kemungkinan besar hal itu akan merusak kepercayaan yang ia miliki di antara sebagian besar masyarakat," sebut Sons.

Selain itu, menurut Sons, kegagalan juga akan merusak reputasi Arab Saudi sebagai lokasi investasi internasional.

"Namun di balik 'brosur' desain pembangunan Neom yang begitu berkilau, kota ini dibangun berdasarkan penggusuran paksa, kekerasan negara, dan hukuman mati," kata Jeed Basyouni, direktur organisasi hak asasi manusia Reprieve di Timur Tengah.

Baginya, Neom justru melambangkan jurang pemisah antara 'visi' yang diakui Mohammed bin Salman tentang Arab Saudi dan realitas pemerintahannya yang represif.

The Line neomThe Line memiliki alam buatan yang dikhawatirkan malah menjadi surga bagi spesies invasif. Foto: Unwired

'Neom dibangun dengan darah warga Saudi'

Pandangan ini juga diamini oleh Lina al-Hathloul, direktur komunikasi pengawas hak asasi manusia Saudi ALQST yang berbasis di London.

"Kekhawatiran utama kami adalah Neom dibangun di atas darah Saudi. "Persidangan terhadap masyarakat suku dilakukan secara tertutup. Untuk memajukan proyek tersebut, lembaga peradilan bahkan siap mengeksekusi orang," ujarnya.

Neom bukan satu-satunya tempat di Arab Saudi di mana orang-orang terpaksa mengungsi. Dari Januari hingga Oktober 2022, pihak berwenang di kota pelabuhan Jeddah menghancurkan banyak rumah untuk melaksanakan rencana pembangunan perkotaan.

Dalam prosesnya, ribuan orang menjadi korban penggusuran paksa yang melanggar hukum, termasuk warga negara asing, seperti yang dilaporkan Amnesty International.

"Kita telah melihat, berkali-kali, bahwa siapa pun yang tidak setuju dengan Putra Mahkota MBS, atau menghalanginya, berisiko dijatuhi hukuman penjara atau hukuman mati, baik pengunjuk rasa damai, kritikus media sosial, atau orang-orang yang kurang beruntung untuk tinggal di tanah miliknya," sebut Basyouni.

Merusak lingkungan

Meski Neom diklaim akan menjadi revolusi dalam kehidupan yang berkelanjutan. Nyatanya, pembangunan Neom menuai kritikan dari aktivitas dan pemerhati lingkungan.

Pakar desain kota berkelanjutan Melissa Sterry menyebut proyek tersebut gagal memperhitungkan dampaknya terhadap ekosistem lokal dan jejak karbon dari pembangunannya.

Berdirinya kota artifisial ini nantinya bisa menghambat migrasi hewan, berisiko terjadinya kecelakaan tabrakan burung, menjadi surga bagi spesies hewan invasif, merusak lingkungan, hingga berdampak pada kesehatan mental para penghuninya nanti. Ia bahkan menyebut pembangunan Neom berisiko mendatangkan bencana ekologi.




(rns/rns)
Berita Terkait