Ngeri, Ular Piton Hibrida Serang Florida
Hide Ads

Ngeri, Ular Piton Hibrida Serang Florida

Rachmatunnisa - detikInet
Sabtu, 21 Okt 2023 21:00 WIB
Ular hibrida di Florida, AS
Ngeri, Ular Piton Hibrida Serang Florida. Foto: IFL Science
Jakarta -

Perkembangbiakan interspesies menciptakan masalah rumit di Everglades, Florida, Amerika Serikat. Wilayah ini kewalahan menghadapi maraknya ular piton invasif.

Beberapa tahun lalu, ilmuwan menemukan bahwa sejumlah besar ular raksasa yang mengintai Everglades adalah ular hibrida yang tercipta dari hasil perkembangbiakan antara dua spesies berbeda, yakni ular piton Burma (Python bivittatus) dan ular piton India ( P. molurus ). Hebatnya, hibrida ini tampaknya mampu beradaptasi lebih baik terhadap lingkungan baru ini dibandingkan spesies induknya.

Seperti namanya, ular piton Burma dan ular piton India berasal dari hutan tropis Asia, bukan lahan basah Florida. Dipercaya bahwa spesies tersebut diperkenalkan ke negara bagian tersebut pada tahun 1970an, kemungkinan besar dari perdagangan hewan peliharaan eksotik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Populasinya meningkat pada Agustus 1992 ketika Badai Andrew menghancurkan fasilitas penangkaran ular di dekat Everglades, sehingga melepaskan ular piton hibrida tersebut dalam jumlah yang tidak diketahui ke alam liar.

Lingkungan rawa yang baru sangat cocok bagi ular piton. Seperti dikutip dari IFL Science, ular piton berukuran besar dengan cepat membentuk populasi berkembang biak, mengalahkan spesies asli karena nafsu makan mereka yang rakus dan keterampilan berburu mereka.

ADVERTISEMENT

Sejak populasi ular piton meledak beberapa dekade lalu, sejumlah spesies mamalia kecil seperti kelinci rawa, kelinci cottontail, dan rubah, hampir punah dari Everglades. Sebuah studi pada tahun 2012 menemukan bahwa populasi rakun di Everglades telah berkurang 99,3%, populasi opossum 98,9%, dan populasi kucing hutan 87,5% sejak tahun 1997.

Upaya untuk meredam invasi ini belum mencapai kemajuan apa pun, namun para ilmuwan masih terus memantau populasi untuk membantu menemukan solusi.

Pada tahun 2018, para peneliti dari Survei Geologi AS melakukan analisis genetik terhadap sekitar 400 ular piton Burma yang ditangkap di wilayah luas Florida Selatan. Studi ini dipublikasikan di jurnal Ecology and Evolution.

Setidaknya ditemukan 13 ular yang merupakan campuran genetik ular piton Burma dan ular piton India, yang menunjukkan bahwa keduanya merupakan hasil hibridisasi.

"Ular-ular di Florida Selatan secara fisik dapat diidentifikasi sebagai ular piton Burma, tetapi secara genetik, tampaknya ada cerita yang berbeda dan lebih rumit," kata Margaret Hunter, ahli genetika penelitian United States Geological Survey (USGS) dan penulis utama studi.

Seringkali ketika dua spesies serupa kawin silang, keturunan mereka dirugikan. Mereka mungkin tidak subur atau menghadapi tantangan lain yang membuat mereka kurang cocok dengan lingkungan.

Namun terkadang, kombinasi yang tepat dapat menghasilkan hibrida yang mampu mengungguli rekan-rekan non-hibrida. Inilah yang disebut heterosis, atau kekuatan hibrida.

"Perkawinan silang dapat menghasilkan kekuatan hibrida, yaitu sifat-sifat terbaik dari dua spesies yang diturunkan kepada keturunannya. Kekuatan hibrida berpotensi menghasilkan kemampuan yang lebih baik untuk beradaptasi terhadap tekanan dan perubahan lingkungan. Dalam populasi invasif seperti ular piton Burma di Florida Selatan, hal ini dapat mengakibatkan penyebaran yang lebih luas atau lebih cepat," jelas Hunter.

Sementara itu, perjuangan melawan ular piton invasif terus berlanjut. Salah satu alasan mengapa populasi ular piton begitu sulit dikendalikan adalah karena ular tersebut pandai berkamuflase terhadap lingkungan. Meskipun kemajuan dalam pengambilan sampel genetik tidak akan menyelesaikan masalah ini sendirian, hal ini setidaknya memberikan para ilmuwan senjata baru untuk lebih memahami ancaman tersebut.

"Kemampuan kami untuk mendeteksi ular piton Burma di Greater Everglades dibatasi oleh kamuflase efektif dan perilaku rahasia mereka," tambah Kristen Hart, ahli ekologi penelitian USGS.

"Dengan menggunakan alat dan teknik genetik serta terus memantau pola pergerakan mereka, kami dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang preferensi habitat dan penggunaan sumber daya mereka. Informasi baru dalam penelitian ini akan membantu para ilmuwan dan pengelola satwa liar lebih memahami kapasitas predator invasif ini untuk beradaptasi dengan lingkungan baru," ujarnya.




(rns/rns)