Korban kebengisan dukun pengganda uang Slamet Tohari atau Mbah Slamet di Banjarnegara hingga kini diketahui ada 12 orang. Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, para korban tersebut diidentifikasi mati lemas dibunuh sang serial killer. Sebenarnya, apa yang ada di pikiran serial killer seperti dia?
Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi mengatakan para korban laki-laki berusia sekitar 40-50 tahun dan perempuan usia 25-35 tahun. "Hasil pengungkapan medis mereka mati lemas, tidak ada unsur kekerasan," kata Luthfi di Mapolda Jateng, dilansir detikJateng, Rabu (5/4).
Sepanjang sejarah, banyak serial killer muncul termasuk di Indonesia. Salah satu pertanyaannya, apakah serial killer ini muncul karena faktor alam atau genetik, atau dipicu oleh faktor lingkungan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita belum cukup tahu. Argumen paling dasar saya adalah ini intrinsik dalam mekanisme survival manusia, bahwa kita punya kapasitas untuk membunuh berulangkali. Nah, pembunuh itu nalurinya tidak dimoderasi oleh bagian otak kita yang lebih intelektual," cetus Peter Vronsky, pakar sejarah dan penulis buku Sons of Cain, A History of Serial Killer from Stone Age to the Present, dikutip detikINET dari Guardian, Kamis (6/4/2023).
Mayoritas orang menurutnya tidak menjadi pembunuh karena pengasuhan dan sosialisasi yang baik. "Yang tertinggal adalah makhluk-makhluk yang tidak tersosialisasi sepenuhnya ini, dengan kemampuan untuk menyerang dan membunuh," tambahnya.
"Banyak serial killer selamat dari trauma masa kanak-kanak yaitu pelecehan fisik atau seksual, disfungsi keluarga, orang tua yang jauh atau tidak hadir secara emosional. Trauma adalah satu-satunya tema yang berulang dalam biografi sebagian besar pembunuh," paparnya lagi.
Akan tetapi itu pun bukan hal yang pasti. "Ted Bundy (pembunuh berantai Amerika) contoh klasiknya. Tidak ada yang sungguh menemukan bukti trauma di masa kecilnya dalam lingkup yang dramatis. Namun demikian, memang dia tumbuh dengan meyakini ibunya adalah saudaranya," kata Peter.
Di Kanada, ada seorang komandan Angkatan Udara jadi pembunuh berantai. Dia terbang mengawal perdana menteri, mengunjungi pejabat, lalu tiba-tiba di usia 40-an melakukan dua pembunuhan bermotif seksual. "Dia adalah misteri. Tak ada apa pun di masa kecilnya untuk menjelaskan perilakunya. Ada juga keanehan dia mulai membunuh saat tua," imbuh Peter.
Benar bahwa hampir semua pembunuh berantai mengalami trauma masa kecil. Tapi masalahnya jika 100 anak tumbuh di panti asuhan yang kejam, dan salah satunya ternyata menjadi pembunuh berantai bagaimana dengan 99 anak lainnya? Mereka tumbuh menjadi bukan serial killer. Apa faktor X yang hilang?
"Perasaan saya adalah tanggung jawab jatuh pada pelaku di sini. Serial killer memilih untuk bertindak atas dorongan mereka," demikian pendapatnya.
(fyk/fay)