Ide Gila, Nambang Bulan Mau Jadi Solusi Krisis Iklim
Hide Ads

Ide Gila, Nambang Bulan Mau Jadi Solusi Krisis Iklim

Rachmatunnisa - detikInet
Jumat, 10 Feb 2023 07:16 WIB
Fenomena Bulan Biru Musiman atau Seasonal Blue Moon di langit Bekasi, Minggu (22/8/2021). Bulan Biru adalah purnama ketiga dari salah satu musim astronomis yang di dalamnya terjadi empat kali bulan purnama. ANTARA FOTO/Paramayuda/wsj.
Ide Gila, Nambang Bulan Mau Jadi Solusi Krisis Iklim. Foto: ANTARA FOTO/Paramayuda
Jakarta -

Pendukung ide 'moonshot' untuk menangani pemanasan global, kini punya interpretasi baru yang sangat literal. Para peneliti mengusulkan untuk menembakkan gumpalan debu Bulan ke luar angkasa untuk membelokkan sinar Matahari agar menjauh dari Bumi.

Konsep yang tampak aneh bahkan gila ini, diuraikan dalam makalah penelitian terbaru. Ide ini termasuk pembuatan 'perisai Matahari' di luar angkasa dengan menambang Bulan untuk mengeruk jutaan ton debunya, kemudian melemparkannya secara balistik ke suatu titik di ruang angkasa di sekitar Bumi. Dengan cara ini, diharapkan butiran debu Bulan yang mengambang sebagian akan menghalangi sinar Matahari yang masuk ke Bumi.

"Bagian yang sangat menarik dari penelitian kami adalah kesadaran bahwa butiran debu Bulan alami memiliki ukuran dan komposisi yang tepat untuk menghamburkan sinar Matahari secara efisien dari Bumi," kata Ben Bromley, astrofisikawan teoretis di University of Utah, Amerika Serikat yang memimpin penelitian, seperti dikutip dari The Guardian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena dibutuhkan lebih sedikit energi untuk meluncurkan butiran ini dari permukaan Bulan, dibandingkan dengan peluncuran Bumi, ide 'moonshot' sangat menonjol bagi kami," lanjutnya.

Bromley dan dua peneliti lainnya mempertimbangkan berbagai sifat material, termasuk batu bara dan garam laut, yang dapat meredupkan Matahari sebanyak 2% jika ditembakkan ke luar angkasa. Tim akhirnya memilih debu yang ditemukan di Bulan. Namun jutaan ton debu ini harus ditambang, diayak, dan dimuat ke dalam perangkat balistik, seperti senjata rel elektromagnetik, dan ditembakkan ke luar angkasa setiap tahun untuk mempertahankan perisai surya ini.

ADVERTISEMENT

"Menerbangkan peralatan pertambangan dan proyektif ini ke bulan akan menjadi proyek yang berdampak signifikan", kata Bromley. Ia menambahkan, konsep ini mungkin memerlukan penempatan stasiun ruang angkasa baru di area yang disebut titik Lagrange L1, yang ditemukan antara Bumi dan Matahari, untuk mengarahkan debu ke orbit yang dapat memberikan keteduhan bagi Bumi selama mungkin.

"Pendekatan seperti itu ibarat tombol peredup yang disetel dengan baik, membuat planet kita tidak tersentuh", kata Bromley membandingkan keuntungan metode ini dengan konsep geoengineering surya lainnya yang menimbulkan kekhawatiran tentang dampak lingkungan dari penyemprotan partikel reflektif di atmosfer Bumi.

Namun, debu Bulan harus terus didorong ke luar angkasa untuk menghindari pemanasan global, atau mengambil risiko yang disebut 'kejutan terminasi', yaitu pendinginan sementara tiba-tiba dihentikan dan Bumi dibiarkan memanas dengan cepat. Namun Bromley bersikeras bahwa penelitian semacam ini tidak akan menggantikan tugas utama manusia untuk bersama-sama mengurangi emisi pemanasan global.

"Tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian kita dari pengurangan emisi gas rumah kaca di Bumi ini. Strategi kita mungkin hanya sebuah moonshot, tetapi kita harus mengeksplorasi semua kemungkinan, jika kita membutuhkan lebih banyak waktu untuk melakukan tugas besar bagi Bumi kita," sebutnya.

Berbagai upaya mengatasi Bumi yang makin panas, termasuk upaya untuk memantulkan sinar Matahari, masih dianggap kontroversial dan relatif terbatas hanya pada isu krisis iklim. Meski demikian, ide ini menarik perhatian di tengah isu yang memperingatkan negara-negara belum cukup sigap mengurangi emisi untuk mencegah bencana.

Ted Parson, seorang ahli hukum lingkungan di University of California Los Angeles (UCLA), mengatakan bahwa konsep menambang debu Bulan adalah spekulasi yang menarik secara ilmiah, namun tidak mungkin dipraktikkan. Sebagian karena butuh biaya yang sangat besar dan kurangnya kontrol dibandingkan dengan opsi geoengineering yang dilakukan di Bumi.

"Tampaknya ada sedikit peningkatan minat dalam skema geoengineering berbasis ruang secara lebih luas. Ide ini telah lama ditolak karena dinilai tidak praktis dan terkait pertimbangan teknis dan biaya. Namun menurut saya, ini menarik dan ke depannya mungkin akan lebih banyak ide aneh muncul," sebutnya.

Sementara itu, para penentang geoengineering surya, baik di Bumi atau di luar angkasa, berpendapat konsep-konsep semacam ini tidak akan membantu dan berpotensi berbahaya bagi Bumi dan penghuninya.

"Gagasan untuk menambang Bulan atau asteroid dekat Bumi dan secara artifisial memblokir sebagian sinar Matahari bukanlah solusi untuk krisis iklim yang sedang berlangsung dan semakin intensif," kata Frank Biermann, profesor tata kelola keberlanjutan global di University of Utrecht, Belanda.

"Yang dibutuhkan adalah pengurangan besar-besaran emisi gas rumah kaca, yang membutuhkan kemajuan teknologi yang cepat dan transisi sosial ekonomi. Menambang Bulan bukanlah jawaban yang kita butuhkan," tutupnya.




(rns/afr)