Awal tahun ini, China untuk pertama kalinya mengalami penurunan populasi secara signifikan dalam 60 tahun. PBB memprediksi populasi China bisa menyusut hingga 109 juta pada tahun 2050, yaitu tiga kali lebih banyak dari perkiraan pada tahun 2019.
Dengan tingkat kelahiran yang menurun, China kini masuk dalam daftar negara yang berisiko menyimpan bom waktu demografis, mengingat populasi lansianya membesar, sementara angka populasi kaum mudanya melambat.
Berikut adalah negara-negara dengan tingkat kelahiran rendah, dikutip dari Euronews.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taiwan
Taiwan mencatat rekor terendah angka kelahiran 165.249 pada tahun 2020. Tingkat kesuburan total (TFR) Taiwan hanya 1,07 anak per wanita. Ini adalah perubahan besar dan nyata dari tahun 1950-an ketika perempuan memiliki sekitar 7 anak.
Alasan utama rendahnya tingkat kesuburan adalah biaya hidup yang sangat tinggi, sehingga pengeluaran meningkat sementara upah tetap sama.
Pemerintah telah memberi insentif kepada warga untuk memiliki lebih banyak anak. Di Taiwan, warga negara menerima 2.500 NT per bulan per kelahiran (sekitar Rp 1,2 juta) hingga anak berusia lima tahun. Para ibu juga diberikan tunjangan dari biro tenaga kerja jika mereka bekerja atau melalui skema pensiun nasional.
Korea Selatan
Tingkat kesuburan Korea Selatan turun menjadi 0,84 pada tahun 2020, lebih rendah dari rekor tahun sebelumnya sebesar 0,92 per tahun. Ini juga merupakan tahun ketiga berturut-turut di mana tingkat kesuburan Korea Selatan tetap di bawah 1. Pendidikan yang mahal dan meroketnya harga rumah, terutama di ibu kota Seoul, telah memaksa banyak pasangan untuk menunda bahkan membatalkan rencana memiliki anak.
Pemerintah telah menghabiskan lebih dari 224 triliun won untuk mengatasi penurunan angka kelahiran sejak tahun 2006, termasuk penyediaan berbagai fasilitas seperti subsidi kelahiran bagi pasangan yang sudah menikah dan dukungan biaya perawatan.
Mulai tahun 2022, pemerintah Korea Selatan juga memberi dua juta won (sekitar Rp 24,2 juta) untuk setiap anak yang lahir. Keluarga pun akan menerima insentif sebesar 300.000 won (Rp 3,6 juta) sebulan hingga bayi berusia 1 tahun.
Singapura
Pandemi berdampak salah satunya membuat sebagian besar pasangan di Singapura menunda bahkan urung memiliki bayi. Pada tahun 2020, TFR negara itu turun ke level terendah dalam sejarah sebesar 1,1. Sebuah survei menunjukkan bahwa tiga dari 10 orang tidak tertarik untuk memiliki bayi. Alasan utamanya adalah ketidakpastian atas stabilitas keuangan dan masalah keamanan akibat virus.
Untuk mengatasi hal tersebut, Singapura mengumumkan akan menawarkan insentif kepada warga negara yang ingin memiliki bayi selama pandemi. Negara ini menawarkan hibah satu kali sebesar 2.892 dolar Singapura (Rp 33 jutaan) untuk membantu sebuah keluarga menanggung biaya membesarkan anak.
Untuk anak yang lahir antara 1 Oktober 2020 hingga 30 September 2022, mereka akan mendapat tambahan 'bonus' 7.330 dolar Singapura.
Hong Kong
Tingkat kesuburan Hong Kong termasuk yang terendah di dunia dengan 1,07 kelahiran per wanita. Situasi pandemi, membuat angka ini semakin turun. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Hong Kong mengalami penurunan tahunan terbesarnya. Jumlah kelahiran Hong Kong turun 18,5% dari tahun sebelumnya di tahun 2022 menjadi 43.100.
Sebagian besar pasangan membatalkan atau menunda rencana untuk memiliki anak karena kekhawatiran akan kondisi keuangan dan kualitas perawatan kesehatan serta ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi. Kerusuhan politik tahun 2019 juga memperburuk kondisi ini.
Di Hong Kong, orang tua berhak atas tunjangan pajak anak hingga 120 ribu dolar Hong Kong (setara Rp 230 juta), sedangkan pendidikan pra-sekolah dasar sebagian besar gratis atau disubsidi.
Puerto Rico
Tingkat kesuburan negara pulau Karibia itu hanya 1,23 sehingga termasuk yang terendah di dunia. Kelahiran dari sekitar 5 anak di tahun 1950-an, kini menjadi kurang dari satu anak.
Populasi Puerto Riko telah turun dari 3,7 juta pada tahun 2010 menjadi 3,3 juta pada tahun 2020. Bencana alam seperti Badai Maria tahun 2017, yang menewaskan ribuan orang dan berdampak ekonomi yang sangat besar serta gempa tahun 2019, telah menyebabkan penurunan populasi yang sangat besar dan penurunan kesuburan.
Sejumlah besar orang juga telah meninggalkan Puerto Rico dan bermigrasi ke Amerika Serikat dan negara lain untuk mendapatkan peluang ekonomi yang lebih baik.
Selanjutnya: 5 negara lainnya dengan tingkat kelahiran rendah
Rumania
Meski terbilang masih mempertahankan sikap tradisional terhadap keluarga dan pengasuhan anak -anak, salah satu negara di Eropa ini mencapai tingkat kesuburan terendah 1,27 pada tahun 2002 dan tidak bertambah sejak saat itu.
Negara ini memiliki lebih sedikit akses ke pusat dan layanan pengasuhan anak, yang dikombinasikan dengan kurangnya sumber daya keuangan yang memadai karena gaji rendah, harga kepemilikan rumah yang tinggi, sehingga memengaruhi sebagian besar keputusan pasangan untuk memiliki anak. Kebanyakan kebijakan di Rumania juga tidak pro-keluarga.
Spanyol
Pada awal abad ke-21, Spanyol berada pada titik kelahiran terendah yakni 1,2 anak per wanita pada tahun 2000. Meskipun sedikit meningkat, angkanya masih tetap rendah di sekitar 1,3 anak per wanita pada tahun 2020.
Sejak 2017, jumlah kematian di Spanyol juga telah melampaui jumlah kelahiran pada tingkat tercepat sejak kematian mulai tercatat pada tahun 1941.
Desa La Estrella yang hilang di Spanyol adalah contoh menyedihkan dari bom waktu terkait masalah demografis ini. Hanya ada dua orang yang tinggal di desa tersebut selama 45 tahun terakhir.
Jepang
Negara dengan populasi lansia tertinggi di dunia ini sedang menghadapi krisis populasi yang membayangi. Pada tahun 2030, diperkirakan satu dari setiap tiga orang akan berusia di atas 65 tahun. Pandemi pun telah memperburuk keadaan.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida bahkan menggambarkan situasi ini sudah sangat genting dengan mengatakan negaranya bisa tumbang dan tidak dapat berfungsi sebagai masyarakat karena tingkat kelahiran yang menurun.
Untuk mengatasinya, Jepang memberi tunjangan bagi keluarga yang memiliki anak, tergantung status keuangan mereka. Untuk keluarga yang berpenghasilan di bawah ambang batas, mereka mendapat 15 ribu yen (Rp 1,7 juta) setiap bulan untuk anak di bawah usia tiga tahun, 10 ribu yen ( Rp1,1 juta) dari usia tiga tahun hingga lulus sekolah dasar (untuk anak pertama dan kedua), dan 15 ribu yen untuk anak ketiga dan seterusnya.
Italia
Rata-rata usia penduduk Italia di atas 45 tahun untuk pertama kalinya terjadi di tahun 2020, menjadi 47,3 tahun. Tingkat kesuburan untuk Italia adalah 1,3 mengalami penurunan 0,46% dari tahun sebelumnya.
Di tahun 2020, Spanyol mencatat rekor terendah dengan hanya ada 464 ribu bayi yang lahir. Negara ini juga mencatat angka kematian tertinggi sejak Perang Dunia II yakni 746.146 kematian di 2020, sehingga kian memperbesar kesenjangan antara angka kematian dan tingkat kelahiran.
Spanyol mengalokasikan 222,1 miliar Euro yang disebut paket pemulihan pandemi Corona dan sebagian besar diinvestasikan di pusat penitipan anak dan subsidi untuk sekolah dasar untuk mendorong pasangan memiliki lebih banyak anak.
Yunani
Di Yunani, angka TFR turun dari 2,6 kelahiran per wanita pada tahun 1971 menjadi 1,3 kelahiran per wanita pada tahun 2020. Para ahli memperkirakan bahwa lebih dari 36% populasi negara tersebut akan berusia di atas 65 tahun pada tahun 2050.
Alasan utama untuk hal ini adalah banyak pasangan memutuskan untuk menunda rencana menjadi orang tua. Pemicunya, kondisi ekonomi yang tengah mengalami resesi dan peningkatan perpindahan penduduk ke tempat lain untuk kehidupan yang lebih layak.
Untuk meningkatkan populasinya, Yunani menghadiahi bayi yang baru lahir sebesar 2000 Euro. Uang tersebut dibagi menjadi dua, 1.000 Euro dibayarkan segera setelah lahir, sisanya akan dicairkan dalam waktu enam bulan.