Selama dua tahun pandemi COVID-19 melanda, kita mengalami berbagai pembatasan bahkan lockdown yang membuat segala kegiatan terbatas, termasuk saat Ramadan. Bagaimana dengan di luar negeri?
Dua pelajar asal Indonesia, Genesia Wahyu Saputro dari Norwegian University of Science and Technology, Norwegia, dan Imran Aryan Kamil yang menempuh studi di University of Tasmania, Australia, berbagi pengalaman mereka saat live streaming Eureka! 'Puasa di ujung Bumi Utara & Selatan'.
"Kurang lebih sama dengan di Indonesia, dianjurkan tidak ke masjid, tidak ada tarawih di masjid. Salat Jumat masih ada, tapi semua orang diminta memakai masker," kata Genesia yang menjalani tahun kedua berpuasa di Norwegia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disebutkannya, sejumlah tradisi Ramadan seperti berbuka puasa bersama di masjid dan komunitas-komunitas muslim pun ditiadakan ketika pandemi COVID-19 genting. Namun kini, lanjut Genesia, situasinya berangsur pulih.
"Sekarang karena beberapa restriksinya sudah dicabut, beberapa kegiatan sudah mulai diperbolehkan lagi. Masjid mulai ada kegiatan buka puasa bersama, dan tiap jam buka puasa lokal ada makanan disediakan di masjid," ujarnya.
Sedangkan Imran yang saat ini tinggal di Tasmania, Australia, menyebutkan situasi pandemi di sana terkendali karena Tasmania merupakan pulau terisolasi.
"Tasmania itu pulau sendiri, terisolasi. Jadi sejak kasus Corona mulai sampai Desember (2021) lalu ketika perbatasannya baru dibuka, di sini nyaris 0 kasus (COVID-19)," katanya.
Adapun berbagai pembatasan justru baru diterapkan belakangan ini ketika Tasmania mulai membuka perbatasan. Hal ini untuk menjaga agar tidak terjadi penularan COVID-19 di wilayah tersebut.
"Jadi (awal pandemi) restriksi untuk mau ke masjid mau salat nggak ada. Bermasker pun baru-baru ini, awal-awal pandemi belum. Sekarang karena perbatasan sudah dibuka, kasus Coronanya dikit-dikit naik, masjid atau majlis yang mengadakan tarawih dan salat Jumat tetap ada, tapi diwajibkan semua menggunakan masker," jelasnya.
(rns/fay)