Ilmuwan Prediksi Kota Dunia yang Bakal Tenggelam, Ada Jakarta
Hide Ads

Ilmuwan Prediksi Kota Dunia yang Bakal Tenggelam, Ada Jakarta

Rachmatunnisa - detikInet
Selasa, 29 Mar 2022 05:40 WIB
Suasana pembangunan tanggul laut di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara, Selasa (11/11). Pemprov DKI Jakarta yang berkolaborasi dengan Kementerian PUPR dan Pemprov Jawa Barat telah menyelesaikan pembangunan tanggul laut sepanjang 12,6 kilometer dari target prioritas sepanjang 46 kilometer untuk mengantisipasi banjir rob di pesisir utara ibu kota.
Mencegah Jakarta tenggelam dengan tanggul raksasa. Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Permukaan air laut naik dengan cepat. Bahkan menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), peningkatan kecepatannya naik lebih dari dua kali lipat dari 0,06 inci per tahun di sebagian besar abad ke-20, menjadi 0,14 inci per tahun dari 2006 hingga 2015.

NOAA memperkirakan bahwa permukaan laut kemungkinan akan naik setidaknya 0,3 m di atas tingkat yang tampak pada tahun 2000, sementara Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB memperkirakan bahwa permukaan laut akan naik 40 hingga 63 cm pada tahun 2100.

Jika permukaan air laut naik sampai sejauh ini, hal itu dapat mendatangkan malapetaka di seluruh dunia. Sebanyak 250 juta orang, yang mencakup semua benua, dapat terdampak secara langsung pada tahun 2100, menurut sebuah studi tahun 2019 di jurnal Nature Communications.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah negara atau kota-kota ini akan hilang sama sekali? Adakah yang bisa dilakukan untuk mencegah bencana ini?

"Sebuah negara atau kota menghilang tergantung pada apakah kita sebagai manusia melakukan sesuatu untuk melawan ancaman itu," kata Gerd Masselink, profesor geomorfologi pesisir di University of Plymouth di Inggris, dikutip dari Live Science.

ADVERTISEMENT

"Sebagian besar wilayah Belanda sudah berada di bawah permukaan laut tetapi tidak menghilang. Itu karena Belanda sedang membangun dan memelihara pertahanan pesisirnya," sambungnya.

Negara Paling Terdampak

Negara mana yang paling terdampak jika bencana ini terjadi? Pertama-tama, mari kita lihat negara yang memiliki tingkat ketinggian terendah.

Menurut Union of Concerned Scientists (UCS), Maladewa adalah negara terdatar di Bumi dengan ketinggian rata-rata hanya 1 m. Jika Maladewa mengalami kenaikan permukaan laut pada urutan "hanya" 45 cm, wilayah ini akan kehilangan sekitar 77% dari luas daratannya pada tahun 2100, menurut UCS.

Negara lain dengan ketinggian rata-rata yang sangat rendah, sekitar 1,8 m di atas permukaan laut, adalah Kiribati. Pulau kecil di jantung Pasifik ini bisa kehilangan dua pertiga daratannya jika permukaan laut naik 1 meter.

Faktanya, hampir semua orang yang tinggal di pulau Pasifik kemungkinan besar akan sangat terpengaruh oleh naiknya permukaan laut. Menurut Science and Development Network, sekitar 3 juta penduduk pulau Pasifik tinggal dalam jarak 10 km dari pantai dan oleh karena itu, mungkin perlu pindah sebelum akhir abad ini.

Kenaikan permukaan laut setidaknya telah menyebabkan hilangnya lima pulau karang bervegetasi yang sebelumnya merupakan bagian dari Kepulauan Solomon. Menurut sebuah studi tahun 2016 di jurnal Environmental Research Letters, enam pulau lainnya di wilayah itu mengalami resesi garis pantai yang parah.

Namun Kepulauan Pasifik meskipun sangat terancam, cenderung memiliki populasi yang relatif kecil (Maladewa dan Kiribati berpenduduk masing-masing 540 ribu orang dan 120 ribu orang). Jadi, negara besar mana yang mungkin paling terpukul? Kemungkinan besar China.

Negara dengan total populasi 1,4 miliar ini, sebanyak 43 juta penduduknya berada di lokasi pesisir yang berbahaya, sehingga China diprediksi menjadi negara paling terdampak. Negara-negara lain yang menghadapi masalah besar terkait dengan kenaikan permukaan laut termasuk Bangladesh (32 juta orang) dan India (27 juta) akan terancam pada tahun 2100, menurut European Union-funded Life Adaptate project.

Selanjutnya: Jakarta Paling Cepat Tenggelam

Jakarta Paling Cepat Tenggelam

Meskipun tidak ada negara yang kemungkinan akan "dilahap" pada tahun 2100, banyak kota besar berada pada risiko yang sangat serius terendam air.

"Salah satu contoh paling jelas dari kenaikan permukaan laut yang menyebabkan kesulitan dunia nyata yang signifikan adalah Jakarta, ibu kota Indonesia," tulis laporan Earth.org.

Jakarta, tempat bermukim kurang lebih 10 juta orang, dijuluki sebagai "kota yang paling cepat tenggelam di dunia" oleh BBC. Earth.org menyebut Jakarta tenggelam 5 hingga 10 cm setiap tahun karena drainase air tanah yang berlebihan.

Jika ditambah dengan naiknya permukaan laut, kombinasi ini mengakibatkan bencana. Menurut World Economic Forum, sebagian besar Jakarta bisa terendam air pada tahun 2050.

Tak hanya Jakarta yang menghadapi ancaman ini. World Economic Forum juga menyebut pada tahun 2100, Dhaka ibu kota Bangladesh (populasi 22,4 juta); Lagos ibu kota Nigeria (penduduk 15,3 juta), dan Bangkok ibu kota Thailand (populasi 9 juta), juga bisa seluruhnya tenggelam atau memiliki lahan yang luas di bawah air dan tidak dapat digunakan.

Naiknya permukaan laut juga kemungkinan besar akan berdampak besar pada Amerika Serikat (AS). Berdasarkan proyeksi baru-baru ini, banyak kota di AS menghadapi masalah serius pada tahun 2050, dengan sebagian besar lahan berpotensi menjadi tidak layak huni.

Menurut NOAA, di banyak lokasi di sepanjang garis pantai AS, banjir pasang sekarang 300% hingga lebih dari 900% lebih sering terjadi dibandingkan 50 tahun lalu. Ini menunjukkan permukaan laut merupakan penyebab yang patut dikhawatirkan.

Kota New York di AS juga paling berisiko. Menurut penelitian dari Climate Central, pada tahun 2050, hampir setengah juta (426.000) warga New York akan hidup di lahan yang terancam. Kerentanan New York terhadap banjir terlihat jelas pada tahun 2012, ketika kota itu terdampak parah Badai Sandy.

Jadi, apa yang bisa dilakukan? Apakah kota-kota dan negara-negara ini ditakdirkan, atau dapatkah mereka diselamatkan? Negara-negara yang berinvestasi di bidang infrastruktur, seperti Belanda, mungkin dapat menghindari beberapa dampak banjir.

Sejumlah ahli menyebut, faktor kunci dalam menentukan apakah sebuah kota atau negara akan hilang ditelan air tidak selalu akibat laju kenaikan permukaan laut, tetapi lebih pada kapasitas kota atau negara tersebut mengatasi masalah dan mengembangkan pertahanan jangka panjang.