Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan hasil riset penelitian terhadap kualitas air laut di Teluk Jakarta, salah satunya yang bikin heboh terdapat kandungan paracetamol.
BRIN dan University of Brighton UK menginvestigasi beberapa kontaminan air dari empat lokasi di Teluk Jakarta yaitu: Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing; serta satu lokasi di pantai utara Jawa Tengah yakni Pantai Eretan.
Dari hasil riset BRIN tersebut ditemukan bahwa beberapa parameter nutrisi seperti Amonia, Nitrat, dan total Fosfat, melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua Titik Air Laut Kandungan Paracetamol
Tim peneliti BRIN mengatakan air laut yang mengandung paracetamol berada di dua titik, yakni muara Sungai Angke (610 ng/L) dan muara Sungai Ciliwung Ancol (420 ng/L), yang mana kedua sungai tersebut mengalir ke Teluk Jakarta.
Peneliti Oseanografi BRIN Prof. Zainal Arifi mengatakan, konsentrasi Parasetamol yang cukup tinggi, meningkatkan kekhawatiran tentang risiko lingkungan yang terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta.
"Kami melakukan dua lokasi utama, yaitu di Teluk Jakarta dan Teluk Eretan. Kosentrasi paracetamol tertinggi ditemukan dipesisir Teluk Jakarta, sedangkan di Teluk Eretan tidak terdeteksi alat," ujar Zainal dalam keterangan tertulisnya.
Sebagai informasi, parasetamol merupakan salah satu kandungan yang berasal dari produk obat atau farmasi yang sangat banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia secara bebas tanpa resep dokter.
Dugaan Sumber Limbah Paracetamol
Zainal menjelaskan, bahwa secara teori sumber sisa paracetamol yang ada di perairan teluk Jakarta dapat berasal dari tiga sumber, yaitu: ekresi akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan; rumah sakit, dan industri farmasi.
"Dengan jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, memiliki potensi sebagai sumber kontaminan diperairan," ungkapnya.
"Sedangkan sumber potensi dari rumah sakit dan industri farmasi dapat diakibatkan sistem pengelolaan air limbah yang tidak berfungsi optimal, sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai," tutur Zainal.
Halaman berikutnya bahaya limbah paracetamol, penelitan lanjutan dan solusinya
Bahaya Limbah Paracetamol
Adapun mengenai bahaya Paracetamol terhadap lingkungan, peneliti BRIN Wulan Koaguow mengaku belum mengetahui, dan perlu riset lebih lanjut.
"Kami belum tahu, karena memang riset kami baru pada tahap awal. Namun jika konsentrasinya selalu tinggi dalam jangka panjang, hal ini menjadi kekhawatiran kita karena memiliki potensi yang buruk bagi hewan-hewan laut," jelansya.
Hasil penelitian di laboratorium yang dilakukan, menemukan bahwa pemaparan parasetamol pada konsentrasi 40 ng/L telah menyebabkan atresia pada kerang betina, dan reaksi pembengkakan.
"Penelitian lanjutan masih perlu dilakukan terkait potensi bahaya paracetamol atau produk farmasi lainnya pada biota-biota laut," imbuh Wulan.
Hasil penelitian menunjukkan, jika dibandingkan dengan pantai-pantai lain di belahan dunia, konsentrasi Paracetamol di Teluk Jakarta adalah relatif tinggi (420-610 ng/L) dibanding di pantai Brazil (34. 6 ng/L), pantai utara Portugis (51.2 - 584 ng/L).
Penelitian Lanjutan dan Solusinya
Meskipun memerlukan penelitian lebih lanjut, namun beberapa hasil penelitian di Asian Timur, seperti Korea Selatan menyebutkan bahwa zooplankton yang terpapar paracetamol menyebakan peningkatan stress hewan, dan oxydative stress, yakni ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan sistem antiosidan, yang berperan dalam mempertahankan homeostasis.
Sejatinya sisa atau limbah obat-obatan atau farmasi memang tidak ada di dalam air sungai dan air laut. Pelaku industri maupun masyarakat juga perlu menjaga bersama-sama lingkungan, termasuk air laut
Pemerintah perlu melakukan penguatan regulasi tata kelola pengelolaan air limbah baik untuk rumah tangga, komplek apartemen, dan industri.
"Dalam pemakaian produk farmasi (obat, stimulan), publik perlu lebih bertanggung jawab, misalnya tidak membuang sisa obat sembarangan. Ini yang nampaknya belum ada, perlu ada petunjuk pembuangan sisa-sisa obat," pungkasnya.
Simak Video "Kenaikan Muka Air Laut Pasifik Lampaui Rerata Global, PBB: Situasi Gila"
[Gambas:Video 20detik]
(agt/agt)