Petisi online muncul di China yang meminta WHO menyelidiki laboratorium Fort Detrick di Amerika Serikat sebagai salah satu lokasi yang mungkin menjadi sumber pertama virus Corona. Bahkan menurut media pemerintah China, Global Times, petisi online itu sudah mendapat 10 juta tanda tangan.
Dikutip detikINET, Global Times juga melaporkan bahwa ada serangan dari Amerika untuk mengganggu petisi tersebut, namun tidak menggoyahkan antusiasme netizen setempat. Jumlah nyaris 10 juta itu dicapai dalam waktu sekitar seminggu.
"Hal ini menunjukkan bahwa warga China tidak akan berhenti mempertanyakan laboratorium Amerika sampai Amerika Serikat memberikan penjelasan yang masuk akal dan mereka juga mendorong WHO benar-benar memainkan perannya dalam sains daripada jadi alat politik Amerika," tulis Global Times.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa pakar dan tenaga medis yang memerangi pandemi Corona pada masa awal di Wuhan dilaporkan juga berpartisipasi dalam petisi online itu. Di antaranya Wang Xinguan, dekan Zhongnan Hospital of Wuhan University serta Peng Peng, dekan Wuhan Pulmonary Hospital.
"Kurangnya persatuan umat manusia dan kepercayaan adalah salah satu alasan virus ini mencapai skala pandemi seperti saat ini. China mampu mengendalikan penyebaran pandemi karena punya persatuan dan kepercayaan dari warganya," sebut Wang.
Seperti diberitakan, China dilaporkan mengerahkan berbagai cara agar teori bahwa virus Corona berasal dari Amerika Serikat menggaung. Teori ini adalah isu lama, namun belakangan dimunculkan lagi seiring maraknya desakan agar lab Wuhan diselidiki secara intensif.
Pada intinya, China ingin agar laboratorium di Amerika pun diinvestigasi, khususnya di Fort Detrick, Maryland, yang merupakan fasilitas riset senjata biologi militer AS, terletak 80 kilometer dari Washington.
"Tidak ada dari klaim itu didukung oleh bukti kuat. Namun bukan itu poinnya. Tuduhan terus menerus dan konsisten Beijing tak diragukan menimbulkan kecurigaan pada lab itu, terutama di wilayah dunia di mana ada ketidakpercayaan terhadap kebijakan luar negeri AS," sebut Bret Schafer, pengamat dari Alliance for Securing Democracy.
(fyk/afr)