Ancaman dari Antariksa

Bom Waktu Itu Bernama Sampah Antariksa

Rachmatunnisa - detikInet
Sabtu, 29 Mei 2021 12:28 WIB
Bom Waktu Itu Bernama Sampah Antariksa. Foto: BBC World
Jakarta -

Sampah antariksa terus bertambah. Ibarat bom waktu, puing-puing yang berserakan di luar angkasa ini hanya tinggal menunggu waktu berjatuhan ke Bumi. Ancamannya pun kian mengkhawatirkan.

Yang terbaru adalah jatuhnya roket Long March 5B milik China yang meluncur tak terkendali ke Samudera Hindia pada Minggu (9/5) waktu setempat. Kritikan pun menyerang China yang dianggap tidak bertanggung jawab sampah luar angkasa miliknya.

Sampah luar angkasa memang menjadi isu penting yang sedang disorot terkait kemajuan teknologi luar angkasa. Sejak perlombaan menuju luar angkasa antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet, negara lain banyak membuat satelit sendiri dan diluncurkan ke luar angkasa. Masalahnya, sedikit yang peduli soal nasib wahana antariksa itu usai misi sudah selesai.

Ancaman Sampah Antariksa

Dilansir dari Deutsche Welle seperti dilihat Sabtu (29/5/2021) menurut perkiraan NASA, setidaknya ada 23 ribu unit muatan yang dibuang, terdiri dari badan roket, dan puing-puing lainnya yang panjangnya lebih dari 10 cm mengelilingi planet ini.

Selain itu, ada 500 ribu benda kecil lainnya dengan panjang antara 1 cm hingga 10 cm. Semua benda ini bergerak setidaknya 18.000 mil per jam dan dapat bertahan selama beberapa dekade sebelum masuk kembali ke atmosfer Bumi dan terbakar.

Saat berada di orbit, mereka menimbulkan risiko bagi satelit komunikasi komersial, pengorbit ilmiah dan cuaca, dan tentu saja Stasiun Luar Angkasa Internasional yang saat ini menjadi rumah bagi para astronaut yang sedang bertugas.

Ketika luar angkasa semakin penuh sampah, para ilmuwan berpendapat hal ini dapat menimbulkan sindrom Kessler, yaitu skenario mimpi buruk di mana saking banyaknya sampah luar angkasa membuat kita tidak bisa lagi meluncurkan satelit ke orbit dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia modern karena banyak hal bergantung pada satelit, salah satunya telekomunikasi.

Ancaman lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan dari tumbukan benda langit yang jatuh ke Bumi semakin besar. Ledakan tidak diinginkan pada roket peluncur yang tertinggal di luar angkasa, merupakan kasus paling banyak yang memproduksi sampah berukuran kecil dalam jumlah cukup banyak di luar angkasa.

Sampah lainnya adalah sisa bahan bakar padat, limbah cair yang membeku serta pecahan satelit. Seberapa besar volume sampah di luar angkasa itu, tidak ada yang tahu persis. Sebab perangkat radar di Bumi hanya bisa mendeteksi sampah benda langit yang ukurannya minimal sebesar bola sepak.

Bersih-bersih luar angkasa

Upaya bersih-bersih luar angkasa pun mulai dilakukan. Berbagai badan antariksa sejumlah negara dan perusahaan teknologi luar angkasa berusaha menciptakan cara mengangkut sampah-sampah tersebut.

Space.com memberitakan ada NASA dan SpaceX yang akan mengerahkan sistem roket Starship generasi terbarunya untuk membantu membersihkan orbit Bumi. Kemudian ada Astroscale asal Jepang yang bekerja sama dengan JAXA meluncurkan mesin pengangkut sampah luar angkasa magnetik bernama End of Life Services by Astroscale demonstration atau ELSA-d.

Tak ketinggalan Eropa pun ingin jadi yang pertama bisa membersihkan sampah luar angkasa, Badan antariksa Eropa ESA baru-baru ini mengumumkan rencana meluncurkan misi pemindahan puing-puing luar angkasa di tahun 2025 dengan bantuan startup asal Swiss bernama ClearSpace.

Siapapun yang bisa lebih dulu melakukannya, semoga bisa menjadi solusi untuk sedikit mengurangi sampah antariksa yang berserakan di atas sana, agar tak menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu meledak dan berdampak lebih membahayakan.



Simak Video "Video: Indonesia Belum Punya Alat Pendeteksi Sampah Antariksa yang Jatuh ke Bumi"

(rns/fay)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork