Elon Musk tak hanya berambisi untuk membuat kolonisasi manusia di Mars. Seperti di Bumi, ia juga mengusulkan membentuk negara dengan menghadirkan sistem pemerintahan di Planet Mars.
Sejauh ini, tidak ada pemerintah di Bumi yang memiliki kekuasaan untuk menyatakan atau mengklaim kedaulatan atas Mars. Oleh karena itu, bila ada sengketa di planet tersebut diselesaikan dengan prinsip otonomi dengan dasar itikad baik.
Musk mengusulkan pemerintahan di Mars dihadirkan dengan cara sistem demokrasi, di mana para pemimpinnya dipilih secara langsung untuk jadi wakil rakyat. Ide bos SpaceX itu bukan hal baru, sebab pernah ia ucapkan pada ajang SXSW 2018.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir ini lebih baik karena demokrasi langsung memiliki peluang korupsi yang jauh lebih rendah daripada demokrasi perwakilan," ujar Musk dikutip dari Gizchina, Senin (28/12/2020).
Tak lantas ide Musk itu diterima oleh semua pihak, seperti dari kalangan para pakar hukum. Mereka justru meragukan kemampuan SpaceX mendirikan negara 'Mars' yang independen.
Faktanya, banyak orang percaya bahwa ketentuan SpaceX dalam perjanjian pengguna Starlink-nya tidak jauh berbeda dengan perjanjian luar angkasa selama bertahun-tahun sebelumnya.
Randy Sgar dar Hogan Lovells Law Firm mengatakan, perjanjian luar angkasa percaya kalau setiap orang di Bumi memiliki hak dan tanggung jawab yang sama untuk membuat ruang angkasa menjadi suatu yang dapat kita bagi semua.
"Misalnya, kesepakatan Artemis 2020 mengatakan, 'Tidak ada negara yang dapat mengklaim kedaulatan, menggunakan atau menempati atau menempati ruang dengan cara lain'," ucapnya.
Bahkan ada yang menyangsikan niatan Musk yang ingin membuat Mars layaknya perusahaan yang didirikannya.
Pakar Hukum Antariksa dari Nebraska College of Law, Frans Von Der Dunk mengatakan, masalah membentuk negara dari perspektif yang lebih realistis. Disampaikannya, untuk mencapai planet tetangga Bumi itu membutuhkan waktu bertahun-tahun, apalagi mempertimbangkan mendirikan negara di sana.
(agt/rns)