Sebuah roket Rusia jatuh di atas Samudera Hindia pada 8 Mei 2020. Puing-puing dari roket ini disebut-sebut mengancam satelit yang mengorbit di sekitar Bumi.
Dikutip dari Business Insider, badan antariksa nasional Rusia Roscosmos saat ini masih menganalisis seberapa buruk kemungkinan situasi ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini kami sedang mengumpulkan data untuk mengonfirmasi kuantitas dan parameter orbit dari fragmen tersebut," kata juru bicara Roscosmos.
Sementara itu, US 18 Space Control Squadron, yang melacak semua benda di orbit Bumi, menyebutkan setidaknya ada 65 potongan puing dari roket yang jatuh tersebut.
Kondisi ini menambah masalah yang nyata: lebih dari setengah juta keping puing di orbit Bumi secara aktif dilacak oleh Orbital Debris Program Office NASA.
Bahkan puing-puing yang kecil, bisa saja menyebabkan bencana. Puing-puing ini berpotensi menyebabkan tabrakan berkecepatan tinggi dengan pesawat ruang angkasa atau satelit yang bisa membahayakan operasional keamanan nasional dan kehidupan manusia.
Ketika sebuah negara meluncurkan satelit ke luar angkasa, akan selalu ada serpihan yang tertinggal, misalnya saja bagian atas roket. Karenanya sangat penting menempatkan satelit tepat pada posisinya.
"Meluncurkan kendaraan ke luar angkasa berkontribusi menambah sampah ketika mereka tidak punya daya dorong yang cukup untuk melakukan de-orbit sendiri setelah menempatkan muatan ke orbit," tulis American Institute of Aeronautics and Astronautics.
Ditambahkan lembaga tersebut, satu ledakan saja cukup menimbulkan efek domino yang bisa menyambar satelit lain yang hidup maupun yang sudah mati. Karenanya, melindungi satelit dari sampah antariksa menjadi sangat penting dan semakin mahal.
Adapun bagian dari roket Rusia yang jatuh tersebut berupa tank roket. Roket ini meluncurkan satelit untuk keperluan penelitian ilmiah pada 2011.
Satelit yang diluncurkan oleh roket yang hancur ini merupakan teleskop radio yang sudah berhenti merespons sejak Januari 2019. Versi terbaru dari satelit tersebut, yakni sebuah observatorium ruang angkasa Rusia-Jerman yang disebut Spektr-RG, diluncurkan pada Juli tahun lalu.
(rns/fay)