Film Contagion dirilis pada tahun 2011. Berkenaan dengan mewabahnya virus corona, film yang dibintangi Gwyneth Paltrow ini kembali trending karena kemiripannya, mengisahkan bagaimana virus menyebar ke seluruh dunia yang berawal di Hong Kong.
Awas spoiler, Paltrow dikisahkan meninggal empat hari setelah kena virus, tapi ia kadung menyebabkan penyebaran masif ke seluruh dunia dan menyebabkan jutaan kematian. Saat ini, Contagion banyak dibicarakan di Twitter dan ada di posisi 10 besar film paling banyak disewa di iTunes.
"Kami mencoba menceritakan kisah kredibel dalam batas pemahaman ilmiah, juga menggambarkan bagaimana dunia mungkin merespons, itulah kenapa poster film ini ada tulisan, tak ada yang menyebar seperti rasa takut," kata penulis naskah Contagion, Scott Burns.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memangnya seberapa otentik kisah di Contagion dibandingkan di dunia nyata? Berikut penjabarannya, dikutip detikINET dari NPR.
Munculnya Wabah
Di Contagion, seekor kelelawar menjatuhkan pisang yang sudah dimakannya, kemudian dikonsumsi oleh babi. Virus yang dibawa kelelawar bercampur dengan virus di babi lalu bermutasi. Seorang koki menyiapkan makanan dari daging babi itu, menyentuh mulutnya dan tanpa cuci tangan bersalaman dengan karakter Paltrow, sehingga virus itu menularinya.
Pakar menyatakan kisah seperti itu realistis. "Saya menunjukkan menit-menit terakhir film Contagion di kelas kuliah, untuk menunjukkan hubungan antara binatang, lingkungan dan manusia," kata Rebecca Katz, direktor Center for Global Health Science and Security Georgetown University.
"Saat pohon ditebang, perilaku kelelawar berubah. Mereka berinteraksi dengan babi yang dibiakkan untuk konsumsi dan manusia kemudian berinteraksi dengan babi terinfeksi sebagai bagian dari persiapan makanan. Ini salah satu contoh bagaimana binatang bisa lompat ke manusia," paparnya.
Menemukan Para Penderita Penyakit
Ketika wabah mulai merebak, staff di Epidemic Intelligence Service dikerahkan ke area yang terdampak untuk coba mengidentifikasi siapa saja yang kena, kemudian memberlakukan protokol untuk menangkalnya. EIS adalah lembaga nyata dan penggambaran dalam film soal mereka dipuji.
Pekerja kesehatan di film itu mengidentifikasi kasus potensial dan mengumpulkan orang-orang dengan gejala mirip, melacak mereka yang bepergian, mencari siapa yang pernah berhubungan dengan penderita serta mengisolasi yang sudah sakit.
"Yang akurat adalah profesionalisme dan pengabdian staff di EIS. Mereka sungguh tak kenal lelah dan saya terhormat beberapa murid saya bekerja di sana. Apa yang digambarkan oleh aktris Kate Winslet menggambarkan hal itu," sebut William Hanage dari Harvard T.H. Chan School of Public Health.
Penyebaran Virus
Fomite adalah istilah dalam Contagion, merujuk pada obyek yang jika disentuh penderita, bisa menjadi sarang pathogen dan menularkan pada individu baru. Contagion disebut menggambarkannya pula dengan bagus.
"Saya pikir film itu menyoroti beberapa titik sentuhan yang bisa bertindak sebagai fomite. Semua permukaan itu dapat menjadi sarang virus dan bisa ditularkan pada siapapun yang menyentuhnya," kata Glenn Wortmann, salah satu pakar.
Akan tetapi kecepatan penularan tidak sepenuhnya akurat. Paltrow seharusnya tidak sangat cepat menyebarkannya. Butuh waktu, setidaknya beberapa hari baginya untuk menularkan. Virus corona sendiri perlu lima sampai enam hari sebelum ditularkan.
Perlindungan Pekerja Kesehatan
Mencegah agar pekerja kesehatan tak tertular sangat penting. Contagion pun menggambarkan dengan baik di mana mereka mengenakan kostum yang lazim dipakai di dunia nyata, saat merawat para penderita.
Namun ada sebagian adegan yang tidak akurat. Misalnya perawat pasien di bandara hanya mengenakan masker dan sarung tangan. Namun demikian memang saat terjadi wabah besar, sukar untuk langsung memberlakukan SOP yang seharusnya.
Soal penguburan korban, ditunjukkan di Contagion bahwa mereka dikuburkan secara massal. Cerita ini juga cukup tepat karena kadang sukar untuk mengubur per individu di saat wabah sedang menyebar.
Pengembangan Vaksin
Bagaimana film menunjukkan pengembangan vaksin tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan. Ilmuwan yang menguji vaksin pada primata dalam film itu dikisahkan menyuntik dirin sendiri untuk membuktikan bahwa vaksin tersebut ampuh.
Di dunia nyata, memang dokter Barry Marshall pernah menyuntik diri sendiri dengan Helicobacter pylori untuk membuktikan dampak tertentu dan ia berhasil menang Nobel pada tahun 2005, seperti disebutkan dalam film. Akan tetapi, hal semacam itu tidak bisa dibandingkan.
"Aksi yang sama untuk perkembangan vaksin tidak akan efektif atau aman. Keamanan vaksin harus diuji pada beberapa orang, tidak hanya satu orang," jelas Madaline.