Seperti diungkapkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bahwa hari tanpa bayangan ini bisa terjadi di semua tempat yang kira-kira berjarak 2.500 kilometer dari khatulistiwa.
"Daerah-daerah itu dikenal sebagai daerah tropis. Ada di Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan," ujar Peneliti Pusat Sains Antariksa LAPAN Rhorom Priyatikanto, Selasa (10/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, fenomena hari tanpa bayangan sejak Minggu (8/9) sampai Oktober nanti, Indonesia mengalami di mana pada siang harinya tidak akan memiliki bayangan. Peristiwa ini juga disebut kulminasi atau transit atau istiwa' yang merupakan momen ketika Matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit.
Berdasarkan informasi dari BMKG, saat deklinasi Matahari sama dengan lintang pengamat, fenomenanya disebut sebagai Kulminasi Utama. Pada saat itu, Matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenit.
Akibatnya, bayangan benda tegak akan terlihat 'menghilang', karena bertumpuk dengan benda itu sendiri. Karena itu, hari saat terjadinya kulminasi utama dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan.
Adapun hari tanpa bayangan ini bisa dirasakan masyarakat yang berada di Banda Aceh, Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Makassar, Palu, Manado, Ambon, Manokwari, hingga Jayapura.
(agt/krs)