Eksis 3,8 Juta Tahun Silam, Inikah Nenek Moyang Tertua Manusia?
Hide Ads

Eksis 3,8 Juta Tahun Silam, Inikah Nenek Moyang Tertua Manusia?

Fino Yurio Kristo - detikInet
Jumat, 30 Agu 2019 14:00 WIB
Eksis 3,8 Juta Tahun Silam, Inikah Nenek Moyang Tertua Manusia?
Fosil anamensis yang sudah direka komputer. Foto: Reuters
Jakarta - Asal usul manusia dari sisi sains banyak mengandalkan temuan fosil manusia purba. Nah, sebuah fosil tengkorak cukup utuh berusia 3,8 juta tahun ini diduga sebagai nenek moyang manusia dan membuka tabir baru.

Dikutip detikINET dari National Geographic, fosil itu dikatakan yang paling tua sejauh ini dari australopithecus, grup penting nenek moyang manusia yang hidup antara 1,5 sampai 4 juta tahun silam. Juga merupakan tengkorak pertama yang ditemukan dari Australopithecus anamensis, genus terawal dari kelompok itu.

Penemunya Prof. Yohannes Haile-Selassie di Miro Dora, yang berada di Distrik Mille di Afar, Ethiopia. Ilmuwan yang berafiliasi ke Cleveland Museum of Natural History di Ohio, Amerika Serikat, ini menyatakan ia segera bisa mengenali nilai pentingnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




"Saya tidak bisa mempercayai mata saya ketika melihatnya, adalah momen eureka dan mimpi jadi kenyataan. Ini adalah spesimen yang paling signifikan yang kami temukan sejauh ini di situs tersebut," katanya kepada CNN.

Temuan tersebut memang bisa menjawab beberapa celah penting dalam studi evolusi manusia. Fosil nenek moyang manusia yang sangat tua biasanya langka dan hanya terdiri dari tulang belulang. Sedangkan temuan ini adalah tengkorak hampir utuh dan detailnya bisa dipelajari.

"Ini adalah tengkorak yang kita tunggu. Tengkorak hominid adalah harta karun langka dan menemukannya dalam usia setua itu dan lengkap hampir tak pernah terjadi," ujar Carol Ward, paleontolog dari University of Missouri.

Halaman Selanjutnya: Membuka Tabir Baru

Membuka Tabir Baru

Fosil anamensis yang ditemukan. Foto: Reuters
Diperkirakan A. anamensis adalah nenek moyang langsung dari spesies bernama Australopithecus afarensis. Sedangkan A. afarensis disebut nenek moyang langsung kelompok (genus) manusia, yang dikenal dengan sebutan Homo, termasuk di dalamnya manusia yang hidup saat ini.

Penemuan pertama kerangka afarensis tahun 1974 menyebabkan sensasi dan diberi julukan Lucy oleh para ilmuwan. Nama itu berasal dari lagu The Beatles, Lucy in the Sky With Diamonds, yang diputar di situs penggalian. Lucy disebut sebagai "kera pertama yang berjalan" dan berhasil menarik perhatian publik.

Penemuan ini juga mungkin membuka teori baru. Sebelumnya, ilmuwan yakin bahwa anamensis, yang sebelumnya diketahui hanya dari fragmen tulang, punah dan bangkitlah afarensis. Namun temuan ini mengungkap dua spesies itu sepertinya hidup berdampingan setidaknya selama 100 ribu tahun.

Ini melawan ide bahwa nenek moyang manusia berkembang secara linear dan menunjukkan tumpang tindih spesies mirip kera bisa terjadi, membuka kemungkinan berbagai rute evolusi menuju spesies manusia pertama.

Secara singkat, temuan tersebut tidak membantah bahwa Lucy memang menghasilkan genus Homo akan tetapi di sisi lain turut membuka perdebatan tentang kemungkinan spesies lain yang bisa jadi asal-usul manusia.

Ilmuwan pun akan terus melakukan penyelidikan. "Ia hidup di dekat danau besar yang dulu kering. Kami akan melakukan pekerjaan di deposit itu untuk memahami lingkungannya, hubungannya dengan perubahan iklim serta bagaimana dampaknya pada evolusi manusia," ujar Naomi Levin, salah satu peneliti.

Halaman 2 dari 2
(fyk/krs)