Beberapa hari setelah insiden ini, Hague pun memberikan wawancara publik untuk pertama kalinya. Hague menceritakan apa yang ia alami ketika menyadari roket yang ia tumpangi mengalami masalah.
"Hal pertama yang saya perhatikan adalah guncangan yang cukup keras dari berbagai sisi," kata Hague seperti dikutip detikINET dari The Verge, Kamis (18/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guncangan itu hanya berlangsung selama beberapa detik. Kemudian alarm dan lampu tanda bahaya menyala, menandakan adanya masalah.
"Saya tahu ketika saya melihat lampu tersebut bahwa booster mengalami masalah - bahwa saat itu kita tidak akan mencapai orbit pada hari itu juga," jelasnya.
Segera setelah kegagalan terjadi, kapsul yang membawa Hague dan Ovchinin langsung masuk ke mode 'abort' dan memisahkan dari roket. Kapsul itu pun membawa keduanya kembali ke Bumi dan meluncur dengan mode 'ballistic descent'.
Mode 'ballistic descent' sendiri berbeda dengan mode pendaratan normal. Dalam mode ini, kapsul meluncur dengan sudut yang lebih tajam dan juga tekanan gravitasi yang lebih besar.
![]() |
Jika pada pendaratan normal Soyuz tekanan gravitasinya mencapai 5G, yang dirasakan Hague dan Ovchinin justru mencapai 6,7G yang efeknya dapat membahayakan tubuh manusia jika dirasakan dalam waktu yang lama. Syukurnya mereka hanya merasakan tekanan ini selama beberapa detik sebelum parasut kapsul kemudian mengembang.
Ini merupakan perjalanan luar angkasa pertama bagi Hague. Ia pun tidak mengerti apa yang harus dilakukan saat proses pendaratan. Untungnya Ovchinin pernah mendarat menggunakan Soyuz sebelumnya, sehingga ia mengerti apa yang normal dan tidak normal.
Begitu mendarat di Bumi, Hague langsung mengabari semua orang menggunakan telepon satelit. Begitu kru gawat darurat datang, mereka pun dibawa kembali ke Baikonur Cosmodrome dan dipertemukan dengan anggota keluarga mereka.
"Ketika bisa memegang dan memeluk istri saya, membuatku berpikir 'Oke, saya akhirnya kembali dan baik-baik saja'," ujarnya.
Walaupun dapat kembali ke Bumi dengan selamat, Hague mengaku kecewa karena misi ke ISS pertamanya tidak berhasil.
"Ada titik ketika kami sampai di puncak lintasan kami, dan saya melihat keluar jendela dan saya melihat kurva Bumi dan gelapnya luar angkasa, dan itu merupakan momen yang pahit karena saya bisa sedekat itu tapi tidak bisa tercapai," jelasnya.
Saat ini nasib Hague masih belum jelas. Ia tidak tahu kapan bisa terbang lagi tapi ia semangat untuk menjalani misi baru. Ia pun yakin untuk terbang menggunakan roket Soyuz lagi karena sistem daruratnya terbukti telah menyelamatkan hidupnya.
"Ada sistem pembatalan peluncuran yang terus menerus melindungi saya dari sekitar satu jam sebelum peluncuran hingga saya mencapai orbit. Dan saat berada di sana, kita bisa saja mengalami kegagalan dan sistem itu akan melindungi saya," ujar Hague.
Tonton juga 'Demi Mendarat di Mars, NASA Siapkan 'Payung' Canggih':
(afr/afr)