Dalam sebuah karya tulis berjudul A Smooth Exit from Eternal Inflation, Hawking menyebutkan bahwa alam semesta memiliki jumlah yang tidak terbatas. Hal tersebut berarti luar angkasa yang manusia ketahui saat ini hanyalah salah satu dari jagat raya yang ada di luar sana.
Pemahamannya yang disebut sebagai multiverse (multi alam semesta) tersebut berasal dari pemikirannya bersama James Burkett Hartle, profesor fisika di University of California Santa Barbara, pada tahun 1980-an. Mereka berdua berpendapat bahwa alam semesta tidak memiliki batas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada A Smooth Exit from Eternal Inflation, yang dipublikasikan dua minggu sebelum ilmuwan kenamaan tersebut meninggal, Hawking bersama Thomas Hertog, profesor fisika teori dari KU Leuven University, Belgia, menjelaskan perhitungan matematika yang dibutuhkan dalam melaksanakan penyelidikan di luar angkasa. Hal tersebut dapat dilakukan untuk mencari bukti terhadap keberadaan multiverse.
Satu lagi yang dijelaskan oleh mereka adalah prediksi bagaimana alam semesta akan menemui akhirnya. Hawking dan Hertog berpendapat bahwa jagat raya akan berubah menjadi kegelapan secara seutuhnya pasca bintang-bintang di dalamnya kehabisan energi yang dimilinya.
Ide yang disebutkan terakhir ini dianggap kontroversial oleh sejumlah kosmolog. Salah satu yang berbeda pendapat dengan Hawking dan Turog adalah Neil Turok, Direktur Perimeter Institute, Kanada.
"Saya masih bingung kenapa ia (Hawking) bisa menganggap hal ini menarik," ujar Turok, yang sejatinya merupakan teman dari Hawking sendiri, seperti detikINET kutip dari The Times, Senin (19/3/2018).
Di sisi lain, para ilmuwan menganggap pemikiran Hawking justru dapat menjadi terobosan yang dibutuhkan oleh ilmu kosmologi. Salah satu ilmuwan yang berpendapat demikian adalah Carlos Frenk, profesor kosmologi di Durham University, Inggris.
"Konsekuensi yang ditimbulkan dari proses inflasi adalah akan ada banyaknya alam semesta, namun kita masih belum bisa mengukurnya. Ide Hawking yang menyebutkan multiverse meninggalkan jejak radiasi memunculkan kemungkinan bagi kita untuk mengukurnya menggunakan alat deteksi di kendaraan luar angkasa," kata Frenk.
"Ide yang menawarkan terobosan dalam mencari bukti keberadaan alam semesta lain ini bisa jadi dapat mengubah perspektif dalam melihat tempat kita sendiri di jagat raya," pungkasnya. (rns/rou)