Shure Aonic 50, Tampilan dan Suaranya Mewah
Hide Ads

Review Produk

Shure Aonic 50, Tampilan dan Suaranya Mewah

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Senin, 17 Agu 2020 16:18 WIB
Shure Aonic 50
Foto: Dok. Shure
Jakarta -

Shure bukan anak kemarin sore di ranah produk audio, mereka sudah memproduksi perangkat audio sejak 1925 di Chicago, Amerika Serikat. Namun untuk produk headphone wireless dengan active noise cancellation (ANC), Shure Aonic 50 adalah produk perdananya.

Mereka masuk ke kategori yang sebelumnya sudah diramaikan oleh persaingan Bose, Sony, dan Sennheiser, dan ketiganya punya produk yang bisa dibilang matang. Bisakah Aonic 50 mengalahkan produk dari ketiga perusahaan itu? Yuk simak ulasannya.

Desain
Dilihat dari bentuk dan desainnya, Aonic 50 terlihat sangat mewah dan premium. Earcupnya berbahan kulit dan diisi oleh memory foam, sementara rangkanya berbahan aluminum yang terasa kokoh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Shure Aonic 50Shure Aonic 50 Foto: Dok. Shure

Earcup-nya ini bisa diputar 90 derajat saat headphone mau disimpan agar rata. Namun headphone ini tak bisa dibilang compact, karena memang hanya earcup yang bisa dilipat, sementara rangkanya tidak.

Alhasil saat disimpan, dimensinya tetap sangat besar. Lebih lebar dari kebanyakan laptop 13/14 inch yang ada saat ini, diameternya sekira 15 cm. Begitu pula ukuran earcup-nya yang relatif lebih besar ketimbang pesaingnya.

ADVERTISEMENT
Shure Aonic 50Shure Aonic 50 Foto: Dok. Shure

Dari sini bisa disimpulkan kalau Shure Aonic 50 ini memang tampaknya bukanlah headphone yang nyaman untuk dibawa bepergian jauh, seperti dalam penerbangan panjang, atau sejenisnya. Karena Aonic 50 bakal memenuhi tempat di tas penggunanya saat dibawa.

Namun besarnya dimensi Aonic 50 ini punya sisi positif, yaitu sangat nyaman dipakai dalam waktu lama. Karena earcupnya terasa sangat lega, dan dalam pengujian kami, nyaris sama sekali tak menyentuh daun telinga, dan tak membuat berkeringat saat dipakai dalam waktu lama.

Kontrol
Tak seperti pesaingnya yang sudah mulai menerapkan kontrol sentuh pada bagian earcup, Shure masih menggunakan tombol fisik untuk kontrol, dan menurut kami hal ini malah mempermudah kontrol headphone.

Tombol-tombolnya tersimpan di bagian kanan headphone, paling atas adalah slider untuk mengatur ANC on/off dan environment mode (mode transparansi). Di bawahnya adalah tombol play/pause, next track, dan previous track, diapit oleh tombol volume up dan down. DI bawahnya adalah tombol on off merangkap tombol pairing Bluetooth.

Baterainya diklaim mencapai 20 jam dengan ANC dalam keadaan menyala, dan klaim ini berdasarkan saat kami jajal, ternyata cukup akurat. Pengisian baterai dilakukan lewat port USB-C, dan saat baterai habis, Shure Aonic 50 juga bisa dioperasikan menggunakan kabel 2,5mm to 3,5mm yang disediakan dalam paket penjualan.

Fitur
Bluetooth yang dipakai adalah versi 5, dan menawarkan deretan codec yang sangat lengkap, termasuk aptX HD, LDAC, dan aptX Low Latency. Tentunya untuk pengguna iOS, Shure juga tak lupa memberikan codec AAC.

Sayangnya, Shure tak membenamkan fitur mati otomatis saat headphone dilipat, dan tentunya juga tak bisa mendeteksi saat headphone dilepas dari kepala penggunanya. Satu-satunya cara mematikan headphone ini adalah dengan menekan tombol powernya.

Pengalaman Shure dalam membuat mikrofon menjadi keunggulan tersendiri, karena Aonic 50 punya mikrofon yang mumpuni untuk merekam suara penggunanya.

Environment mode dan active noise cancelation bisa diatur tingkatannya lewat aplikasi ShurePlus Play, dan ada 10 tingkatan amplifikasi untuk environment mode, di mana pengguna bisa mengatur tingkat kekerasan suara yang ada di sekitar penggunanya untuk 'diteruskan' lewat headphone ini.

Sementara ANC-nya punya dua tingkat, yaitu normal dan max. Saya menjajal Aonic 50 saat menaiki KRL, dan suara roda KRL saat beradu dengan rel bisa dihilangkan dengan baik, bahkan pada tingkatan normal. Sementara pada tingkatan max, perbedaan yang cukup terasa adalah level volume musik yang lebih tinggi.

Aplikasi ShurePlus Play juga bisa dipakai untuk mengatur equalizer, namun dalam pengujian, saya tak merasa adanya perbedaan ketika mengubah pengaturan equalizer. Mungkin pengaturan ini khusus untuk memutar musik yang tersimpan di storage ponsel lewat aplikasi ini, sementara saya hanya mencobanya dengan Spotify.

Kualitas suara
Secara singkat, Aonic 50 bisa menghasilkan suara yang sangat mewah -- untuk level headphone nirkabel tentunya -- dengan sound signature yang relatif seimbang tanpa ada frekuensi tertentu yang terlalu ditonjolkan, dan cenderung ke arah bright.

Frekuensi rendah -- bass -- yang dihasilkan cukup dalam, bulat, namun jauh dari kata berlebihan. Sementara di sektor midrange, Aonic 50 menghasilkan suara vokal yang menurut saya sangat intim.

Terakhir adalah treble, ya, ini adalah sektor yang menjadi keunggulan Aonic 50. Treblenya cukup extend, namun tak sampai ke level 'pedas' atau menusuk.

Mendengarkan live album Try! dari John Mayer Trio lewat Aonic 50, terasa seperti mendengarkan langsung dalam ruangan konsernya. Gebukan drum Steve Jordan dan permainan bass Pino Palladino terasa cukup menghentak namun tak berlebihan, namun vokal dan petikan gitar John Mayer tentu bagian yang bisa dinikmati lewat headphone ini.

Kesimpulan
Shure Aonic 50 adalah headphone wireless dengan active noise cancelling dengan kualitas suara yang mewah. Bahkan menurut saya, dari segi kualitas suara, Aonic 50 lebih baik dibanding Sennheiser PXC 550 dan Sony WH-1000X yang pernah saya coba.

Itu dari segi suara. Namun harus diakui kalau Shure Aonic 50 tak terlalu superior di segi noise cancelling dan portabilitas. Terlebih lagi harganya yang jauh lebih tinggi ketimbang pesaingnya, yaitu Rp 7,7 juta.

Halaman 2 dari 2
(asj/asj)