Ribut-ribut Ilmuwan Soal Emoji Baru Virus dan Batu
Hide Ads

Ribut-ribut Ilmuwan Soal Emoji Baru Virus dan Batu

Aisyah Kamaliah - detikInet
Kamis, 13 Feb 2020 16:54 WIB
Para peneliti sama juga seperti kita, senang pakai emoji. Euforia mereka pun bertambah ketika muncul beberapa emoji baru yang berkaitan dengan dunia mereka. Tapi ternyata tidak semua merasa puas, malah ada yang jadi perdebatan.
Ilmuan memperdebatkan soal emoji baru yang muncul seperti virus yang dinilai tidak mirip. Foto: Emojipedia/Unicode
Jakarta -

Para peneliti sama juga seperti kita, senang pakai emoji. Euforia mereka pun bertambah ketika muncul beberapa emoji baru yang berkaitan dengan dunia mereka. Tapi ternyata tidak semua merasa puas, malah ada yang jadi perdebatan.

"Saya sadar akan emoji gunung, yang cukup membantu ilmuwan geologi," kata Stacy Phillips, geolog di The Open University, Inggris.

Kemudian ia pun melihat-lihat daftar emoji yang baru-baru ini disetujui oleh Konsorsium Unicode dan menemukan sebuah emoji batu yang membuat dia berpikir. Tunggu, batu jenis apa nih?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Emoji batu yang diperdebatkan.Emoji batu yang diperdebatkan. Foto: Emojipedia/Unicode

Ahli geologi pun akhirnya mempertimbangkan emoji ini dan mendiskusikannya di Twitter.

ADVERTISEMENT

"Salah satu saran paling populer yang saya dapatkan adalah itu merupakan batu yang disebut serpentinite," kata Phillips.

Atau bisa jadi, itu adalah batu yang ditutupi oleh lumut... mungkin. Tapi ini tidak berarti besar karena di setiap perangkat atau platform emoji ini bisa berbentuk berbeda. Perusahaan teknologi seperti Apple dan Google juga membuat emoji mereka sendiri.

Bukan cuma batu saja yang jadi perdebatan, emoji baru lalat pun jadi perdebatan peneliti. Ada yang menyambut baik, tapi ada juga yang melontarkan kritik pedas.

"Saya senang ada emoji lalat sekarang, dan sekarang saya harus mengubah bio Twitter saya untuk mencerminkan hal itu," kata Richard Meisel, seorang ahli biologi di University of Houston, yang labnya memakai lalat buah.

Dulu ketika ia mencari emoji hewan terbang, pilihan yang muncul adalah nyamuk atau kupu-kupu. Itu membuatnya sedikit sedih. Kini rasa senangnya pun bangkit, seperti dikutip detikINET dari WPRL, Kamis (13/2/2020).

Kecuali untuk Mark Peifer, seorang ahli biologi di University of North Carolina, Chapel Hill. Ia saat ini menjabat sebagai presiden sebuah asosiasi penelitian yang disebut Fly Board.

Emoji lalat yang diperdebatkan ilmuan.Emoji lalat yang diperdebatkan ilmuwan. Foto: Emojipedia/Unicode

Ia pun sampai melakukan mensurvei para peneliti lalat buah dan menemukan bahwa lebih dari setengahnya berpikir emoji lalat ini 'tidak cukup lucu'. Emoji lalat yang dilihatnya tampak seperti lalat rumah, yang menurutnya besar dan jelek.

"Maksudku, sungguh? Itu tidak benar. Kami tidak ingin Drosophila kami yang cantik dihubungkan dengan lalat-lalat menjijikan itu," ujarnya.

Ia pun juga mengomentari emoji serangga lain dan menemukan ketidakakuratan emoji secara ilmiah.

"Lebah madu memiliki empat sayap," ungkapnya, tetapi beberapa emoji lebah madu tampaknya hanya memiliki dua sayap.

Begitu juga emoji virus yang mendapatkan kritikan dari ilmuwan yang merasa tidak ada virus dengan bentuk seperti yang ada di emoji.

Bentuk emoji virus ini diperdebatkan banyak ilmuan.Bentuk emoji virus ini diperdebatkan banyak ilmuan. Foto: Emojipedia/Unicode

Kristen Bernard, virologis di University of Wisconsin, Madison, mengatakan banyak orang yang bekerja di bidang yang sama dengannya menginginkan adanya emoji virus namun setelah akhirnya muncul justru mengecewakan.

"Aku bisa bilang kami semua sedikit kecewa," akunya.

Wah, wah, perkara emoji bisa jadi panjang ya urusannya.