Untuk diketahui, kebijakan ini dilakukan agar Indonesia tidak kebanjiran produk impor lewat e-commerce. Mengenai hal itu, CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin memberikan tanggapannya di sela acara 10 tahun karya BukaLapak bersama UMKM Indonesia, Jumat (10/1/2020), Jakarta Selatan. Ia mengatakan, tak punya data pasti mengenai komposisi lokal dan impor. Namun satu yang pasti, hal tersebut tidak membuat Bukalapak khawatir.
"Kalau kita sih karena Bukalapak sangat Indonesia banget kita sebenarnya barang Indonesia yang dibeli orang Indonesia sendiri dan kalau bisa dibeli sama orang luar. Memang dengan era globalisasi pasti ada (barang impor -- red) tapi it's okay, tapi kalau Bukalapak berkali-kali bilang kita tuh Indonesia banget," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rachmat sendiri justru melihat masih sangat luas kesempatan perdagangan e-commerce di Indonesia. Sebab, kata Rachmat, baru sekitar 5% transaksi yang berlangsung online.
![]() |
"Jadi masih ada 95% transaksi yang terjadi offline kita akan selalu mencoba membantu perdagangan dengan teknologi. Niat kami, dengan teknologi pasar akan makin luas, transaksi makin luas, everybody happy," tuturnya.
"Harapan kita BukaLapak bisa jadi ekosistem yang sustainable kalau bisa bertahan 00,0045%, bertahan lebih dari 100 tahun," sambungnya dengan nada optimistis.
Hingga akhir dekade pertama, Bukalapak diketahui memang fokus mempromosikan misinya untuk membawa warung dan UMKM naik kelas. Mitra Bukalapak kini mencapai lebih dari 3 juta yang terdiri dari warung tradisional dan agen individual mandiri serta tersebar di 477 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.
(rns/rns)