Cobalah berkunjung ke "Om" Google, manakala Anda terpekur sadar bahwa kebutuhan grocery di dapur menipis. Lalu, ketikkan kata kunci Grosir saja. Voila! Akan muncul 107.000.000 hasil mayoritas relevan hanya dalam 0,62 detik. Jika keyword ditambah, misal Grosir Makanan/Grosir Sembako, hasil akan sama komplit lengkap detil transaksinya.
Kini, kita berada di masa, meminjam Founder Bandung Initiative Movement (BIM) Nur Islami Javad sebagai era penajaman Revolusi Industri (RI) 4.0. Aktivis komunitas start up Bandung tersebut menilai, revolusi berbasis tren disrupsi itu sudah sampai membawa perubahan ribuan kali lebih cepat dari tiga revolusi sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jeff, panggilannya, menambahkan, sistem phydigital yang dibangun merupakan kombinasi perangkat keras (hardware) serta perangkat lunak (software) yang bersifat interaktif, atau dapat menerima rangsangan dari lingkungan luar dan merespon balik seketika.
"Jadi, mereka yang sukses mengarungi RI 4.0 adalah yang bisa menggabung ekosistem people and thing dalam suatu rantai nilai ekonomi. Pemenangnya adalah yang mampu menggabungkan empat elemen penting phydigital. Yakni jalur informasi, jalur barang, jalur jasa, dan jalur transaksi," sambung alumni Magister Sekolah Bisnis Manajemen ITB itu.
Penulis lalu berupaya menghimpun data penguat. Kominfo pada Agustus lalu merilis bahwa 82,36% desa sudah terhubung layanan 4G per Juni 2019 dan ditargetkan 100% wilayah di Indonesia menikmati 4G di akhir 2019. Proyeksi pasar seluler di Indonesia diprediksi mencapai Rp 182 triliun (kontribusi layanan data dan internet sebesar 61%) dengan penetrasi smartphone 92% pada 2023 nanti.
Lalu, merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan rata-rata nilai per transaksi anjungan tunai mandiri (ATM) per tahun turun bahkan negatif. Pada 2018 - 2019 turun 0,4%. Dari 106 juta Mesin ATM eksisting, jumlah pertumbuhan mesin melorot tiap tahunnya. Ada memang 17,3 juta kartu kredit, namun setali tiga uang, pertumbuhan jumlah kartu kredit pun mulai stagnan. Di sisi lain, ada 27,4 juta pengguna internet banking dengan nilai transaksi terus mekar tiap tahunnya. Terdapat 54 juta pengguna mobile banking yang juga pertumbuhan nilai transaksinya naik terus.
Kemudian, ada 250 juta eMoney beredar, 700 ribu reader, dan 38 penyelenggara eMoney berlisensi. Belum cukup sampai sana. Indonesia zaman now sudah ada empat bank full digital banking (Jenius by BTPN, Digibank by DBS, Permata Mobile X by Permata bank, dan D-Bank by Danamon) dengan jumlah penggunanya juga terus meningkat.
Lantas, jumlah financial technology (fintech) di Indonesia yang terdaftar dan berizin semakin bertambah. Nilai transaksi dan investasinya juga terus meningkat. Terdapat 127 perusahaan fintech terdaftar di OJK hingga Agustus 2019 dan 58 Fintech dari berbagai kategori terdaftar di BI. Hingga akhir 2018, total transaksi industri Fintech P2P lending mencapai Rp 26 triliun.
"Dari sisi habit, referensi pembelian tiket bioskop secara daring dan belanja grosir secara daring meningkat 3 kali lipat dibanding tahun 2017. Transfer menjadi metode pembayaran favorit dalam berbelanja secara online, kemudian disusul melalui eMoney milik marketplace,"sambung Jeff.
Data BIM juga mencatat, GoJek dengan GoPay-nya sudah termasuk Banking 4.0 berkat kesuksesan besar mereka dalam bidang payment (transaksi kecil). Kini, GoPay dapat digunakan pembayaran menggunakan QR Code di lebih dari 20 ribu merchant, dan telah berkontribusi 50% terhadap transaksi GoJek.
Nilai pendapatan kotor tahunan GoPay mencapai $ 6,3 miliar! Karena itu-lah, seperti intro tulisan ini, jastip dan grosir sudah termasuk phydigital yang potensial meraksasa setelah melihat data-data lanjutannya.
Mengolah Peluang
Di mata penulis, ada beberapa opsi mengolah peluang jastip dan grosir tersebut dengan bertumpu pada konsep RI 4.0, serta meluasnya phydigital dan gaya hidup digital tersebut.
Pertama, layanan jastip dikelola lebih profesional dan legal, setidaknya berbentuk koperasi. Jenis layanan utamanya adalah barang oleh-oleh khas daerah dan atau jastip barang impor dan diskon. Cara ini membuat jastip naik level, bukan sekedar usaha sambilan seperti selama ini. Lalu, mengapa harus koperasi? Mengapa harus dua layanan utama?
Koperasi dipilih karena secara aturan memiliki tujuh prinsip yang digariskan UU No.25/1992 tentang Koperasi yakni Prinsip Sukarela Terbuka, Pengelolaan Demokratis, Pembagian Sisa Hasil Usaha/SHU Adil, Balas Jasa Terbatas Pada Modal, Kemandirian, Kerja Sama antar Koperasi, dan Pendidikan Perkoperasian.
Jika dikaitkan tren digitalisasi, maka koperasi memilik kesamaan spirit dengan era phydigital yakni prinsip Sukarela Terbuka, Kemandirian, Kerjasama, dan Adil.
Sukarela terbuka bermakna koperasi membuka diri bagi siapapun untuk mendaftar menjadi anggota koperasi yang siap menyediakan layanan jastip sejauh memenuhi syarat formal anggota koperasi, demikian pula terbuka bagi masyarakat siapapun dan manapun yang butuh layanan jastip.
Kemandirian dimaknai koperasi jastip akan dan terus berusaha bertumpu pada kekuatan anggotanya, seluruh proses bisnis ditumpu kemampuan berdikari dalam memberikan jasa layanan jastip profesional dan handal. Kerjasama berarti koperasi jastip daring membuka ruang kolaborasi seluas-luasnya serta menekan kompetisi secara sempit, sehingga cakupan layanan bersinergi dengan penyedia fintech, full digital banking, banking 4.0, hingga sesama koperasi di Indonesia.
Sementara adil artinya adalah perlakuan yang etis dan setara dalam segala aspek, terutama dari sisi bisnis dan perlindungan atas data pribadi konsumer yang dikelola secara big data dan cloud computing.
Koperasi jastip daring juga berusaha menonjolkan nilai khas koperasi sekaligus generasi milenial yang cenderung lebih senang bekerja secara tim serta intens berbagi pemikiran sekalipun relatif mandiri dan terstruktur dalam penggunaan teknologi. Gotong royong dalam memberikan pelayanan jasa mutakhir namun selalu terkoneksi balutan digitalisasi dan sentuhan revolusi industri 4.0.
Sementara layanan oleh-oleh khas daerah dan atau jastip barang impor dan diskon dikarenakan segmen potensial koperasi yakni generasi milenial adalah generasi yang senang bepergian (travelling), eksploratif dan lebih ekspresif, sekaligus multi-languages. Demikian simpulan dari riset bertajuk Cyber Counseling di Era Generasi Milenial, karya Sutijono dan Dimas Ardika (2018) dari Universitas PGRI Surabaya.
Karenanya, travelling ke daerah lain di dalam negeri, dan apalagi ke luar negeri, menjadi salah satu kesukaannya. Bahkan, minat bepergian ini lebih tinggi dari kepemilikan properti atau kendaraan, sehingga generasi milenial disebut banyak pihak sulit memiliki rumah.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam publikasi sejumlah media massa per 17 Oktober lalu secara khusus menyebut penyebabnya adalah perubahan gaya hidup, terutama memperoleh pengalaman baru dengan travelling dibandingkan punya hunian.
Travelling juga menjadi perwujudan karakter lainnya yakni hakekat hidup itu selalu yakin, optimistik, percaya diri, menginginkan kesederhanaan, dan segala segala sesuatunya serba instan. Hal ini selaras hasil penelitian lainnya dari firma konsultan, BCG (Boston Consulting Group yang menyebutkan karakter mereka itu impatient/tidak sabaran sekaligus image driven/jaga citra.
"Namun di sisi lain, mereka juga technology reliant atau percaya teknologi, open to change (terbuka pada perubahan), adaptable (mudah beradaptasi), multitasking (serba bisa), team-oriented (berorientasi tim), dan information rich (kaya informasi)," tulis BCG dalam laporan mereka, Millenials: A Potrait of Generation Net.
Karena itulah, koperasi jastip daring tersebut mengakomodir seluruh karakter generasi milenial tadi, sekaligus sejalan data-data temuan BIM dan otoritas sekaliber OJK, Kemenkeu, dst. Koperasi jastip profesional memungkinkan masyarakat yang menitip maupun pihak yang dipercaya jastip saling percaya satu sama lainnya dengan perantaraan teknologi.
Koperasi jastip daring juga menjadi manifestasi banyak survey tentang terus menggeliatnya tren belanja online di tengah makin meluasnya layanan 4G operator seluler; Meluasnya keberadaan phydigital/ketersambungan dunia fisik (lokasi travelling) dengan layanan virtual di gawai pada era kolaborasi; Makin massalnya konsep internet of thing and people, manakala layanan digital tak lagi sekedar menyambungkan dengan perangkat lunak namun juga dengan masyarakat (pelaku travelling dan konsumen jastip).
Kedua, penyedia daring kebutuhan grosir juga dibuat minimal berbentuk koperasi karena alasan-alasan tersebut. Koperasi grosir daring ini juga difokuskan ke generasi milenial, juga kalangan ibu-ibu melek digital. Pada era phydigital, maka apapun yang kita butuhkan bisa diakses secara online dan bisa seketika langsung diantarkan sampai di depan rumah. Termasuk di dalamnya adalah aneka kebutuhan sehari-hari atau fast moving yang transaksinya tinggi dan berulang-ulang.
Lebih dari itu, koperasi penyedia daring kebutuhan grosir ini tak sekedar menjalankan fungsi kategori koperasi konsumsi. Akan tetapi juga merangkap sebagai koperasi serba usaha dengan menjalankan fungsi koperasi produksi dalam bentuk penyediaan bahan baku masakan setengah matang/matang oleh anggotanya untuk dijual secara online kepada generasi milenial tadi.
Dengan rentang usia tengah produktif-produktifnya, yakni antara 15 tahun hingga 34 tahun dan atau kelahiran tahun 1980-2000, maka generasi milenial adalah yang mayoritas tengah sibuk-sibuknya membangun karir khususnya pada pekerjaan-pekerjaan pertama (first job) mereka.
Di sisi lain, umur produktif ini berbarengan usia mereka mulai menikah, memiliki anak, dan seterusnya. Alhasil, generasi milenial tak punya cukup waktu untuk memasak, sehingga koperasi penyedia daring kebutuhan grosir ini menjadi sebuah kebutuhan yang cukup mendesak.
Perpaduan layanan jastip dan grosir tersebut pun bisa dilakukan. Koperasi jastip bisa bertindak menghimpun anggotanya yang menyediakan bahan produksi grosir, mulai hasil alam hingga kebutuhan keseharian toilet. Sekaligus di sisi lain mengelola anggotanya yang memiliki bakat tata boga guna memproduksi makanan/minuman terbaik --baik setengah matang/matang. Karenanya, multiple effect tercipta dengan sendirinya.
Potensi hal ini juga sudah tak memakan biaya operasional setinggi sebelumnya. Sebab, pada era phydigital sekarang, koperasi bisa benar-benar fokus menyediakan layanan intinya sementara layanan pendukung --dari distribusi melalui ojek online, pembayaran melalui fintech/eMoney/internet banking, hingga manajemen data melalui big data/cloud computing-- bisa disinergikan ke mitra lainnya.
Bagi penulis, dua opsi ini, rasanya, tidak ngawang-ngawang. Merujuk kesuksesan global semacam Ali Baba dan eBay, juga success story berkelanjutan dari GoJek dan Tokopedia, maka menciptakan posisi koperasi zaman now yang akrab dengan kebutuhan milenial dan sekaligus bisnisnya sukses, rasanya bukan sekedar mimpi siang bolong. Ayo, kita bisa!
* Penulis adalah Dosen Digital Public Relations Fakultas Komunikasi Bisnis Telkom University, Bandung. Bisa dihubungi di surel: sufyandigitalpr@gmail.com
(fyk/fyk)