"Keduanya melakukan praktik yang kami pikir berpotensi menjadi ancaman buat keamanan nasional kami," kata Ross kepada CNBC.com ketika membela langkah yang sudah diambil pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Pada 15 Mei lalu Donald Trump mendeklarasikan keadaan darurat nasional terkait ancaman terhadap teknologi AS. Segera setelah itu, Departemen Perdagangan AS secara efektif mem-blacklist Huawei dari aktivitas bisnis dengan perusahaan-perusahaan AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintahan AS mengklaim Huawei memiliki hubungan dekat dengan pemerintah China, dan bahwa smartphone dan perangkat jaringan dari perusahaan tersebut dapat mengakomodir potensi spionase dari Beijing. Huawei sudah membantah klaim-klaim tersebut.
"Yang kami lakukan dengan Huawei sedikit berbeda dibandingkan dengan yang sebelumnya kami lakukan kepada ZTE. Situasi dengan ZTE imbas dari pelanggaran yang mereka lakukan atas sebuah penyelesaian kesepakatan, sebuah kesepakatan lewat pengadilan," ucap Ross.
Baca juga: AS Resmi Cabut Sanksi ZTE |
ZTE sempat harus menghentikan aktivitas operasional untuk sementara waktu pada tahun lalu setelah tidak bisa membeli produk-produk dari perusahaan AS, sebagai akibat sanksi dari Departemen Perdagangan AS.
Sanksi saat itu dijatuhkan karena ZTE dituding melanggar kesepakatan terkait dengan aktivitas bisnisnya dengan Iran dan Korea Utara -- yang masuk daftar hitam AS.
Pada Juli 2018, AS resmi mencabut sanksi terhadap ZTE. Keputusan diambil lantaran ZTE sudah memenuhi sejumlah persyaratan yang diminta, salah satunya adalah pelunasan denda sebesar USD 1 miliar ditambah deposit senilai USD 400 juta.
(krs/rns)