Pembatasan Sementara WhatsApp Cs Hingga Dibuka Kembali
Hide Ads

Round Up

Pembatasan Sementara WhatsApp Cs Hingga Dibuka Kembali

Tim - detikInet
Minggu, 26 Mei 2019 06:19 WIB
Pembatasan Sementara WhatsApp Cs Hingga Dibuka Kembali
Foto: Photo by Rachit Tank on Unsplash
Jakarta - Situasi keamanan pasca terjadi kerusuhan pada 22 Mei 2019 membuat pemerintah memutuskan pembatasan media sosial (medsos) dan layanan messaging seperti WhatsApp.

Selama pembatasan diberlakukan, pengguna mengalami perlambatan dalam mengakses WhatsApp, Instagram, Facebook dan aplikasi medsos serta layanan messaging lainnya, terutama untuk pengiriman dan penerimaan foto dan video.

Berikut ini adalah rangkuman peristiwa pembatasan sementara WhatsApp cs hingga akhirnya dibuka kembali pada Sabtu (25/5/2019).


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

WhatsApp dan Instagram Down


Sejumlah pengguna melaporkan tak bisa mengakses WhatsApp dan Instagram pada Rabu (22/5). Sebagian besar mengeluhkan tidak bisa login, timeline tidak update atau pesan yang dikirim tidak sampai.

Berdasarkan pantauan melalui situs Down Detector, live outage map memperlihatkan sejumlah wilayah ditandai merah dan kuning dalam pengecekan layanan Instagram dan WhatsApp, menandakan adanya gangguan layanan.

Sebagian pengguna Indonesia terlihat terkena dampak gangguan kedua layanan milik Facebook ini. Saat itu, belum diketahui apa penyebab terjadinya gangguan.

Pemerintah Umumkan Pembatasan

Foto: internet
Penyebab terganggunya sejumlah medsos dan layanan messaging akhirnya terjawab tak lama kemudian. Di hari yang sama, pada Rabu (22/5) Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengumumkan pembatasan pengumuman tersebut.

Fitur yang akan dibatasi penggunaannya secara bertahap dalam dua tiga hari ke depan adalah unggahan foto dan video. Pemerintah beralasan, pembatasan konten berupa foto, video dan gambar diperlukan untuk menangkal peredaran misinformasi (hoax) yang mengancam keamanan.

Berikut pernyataan lengkap Menkopolhukam Wiranto tentang pembatasan fitur media sosial:

Pembatasan akses sosial media untuk tidak diaktifkan, dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Kami ingin masyarakat mendapatkan informasi yang akurat. Jadi berkorban 2-3 hari tidak bisa lihat gambar tidak apa-apa, ini semata-mata untuk keamanan nasional.

Kita ingin yang mengamankan negeri bukan hanya sebatas aparat keamanan, tetapi tanggung jawab masyarakat juga. Kalau masyarakat tidak percaya hoax dan berpikir rasional, tentu akan membantu mengamankan negeri ini.

Dan berikut ini adalah penjelasan teknis dari Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara:

Pembatasan dilakukan pada fitur-fitur media sosial dan messaging system, yakni gambar, foto dan video. Biasanya seseorang akan screen capture, lalu viral di Whatsapp. Viral yang negatif ada di sana. Jadi untuk sementara kita akan mengalami keterlambatan dalam mengunggah foto atau video.

Perlu saya jelaskan bahwa sistem komunikasi SMS dan voice [panggilan suara] tidak masalah. Dalam media sosial, baik itu Facebook, Instagram, Twitter, terkadang kita memposting gambar atau video. Nantinya itu akan viral bukan di media sosial, tapi di messaging system seperti grup Whatsapp.

Jadi, yang kami prioritaskan untuk sementara tidak diaktifkan adalah video dan gambar, karena secara psikologis konten video bisa mempengaruhi emosi seseorang. Ini hanya dilakukan sementara dan bertahap, mudah-mudahan kita bisa cepat selesai. Setiap provider telekomunikasi juga tidak bisa sekaligus, dan ini tergantung teknis di lapangan.

Kita tidak bisa melakukan sistem take down [blokir akun pengguna], karena pengguna Whatsapp ini individu, sementara ada 200 juta pengguna ponsel yang memakai WhatsApp. Jadi penerapan take down tidak akan efektif.

Saya sampaikan lagi, fitur dari media sosial dan messaging system yang viralnya cepat adalah video dan foto.

Landasan hukum dari tindakan ini adalah Undang-Undang [Nomor 19 Tahun 2016 tentang] Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang intinya ada dua, meningkatkan literasi masyarakat akan teknologi digital dan manajemen konten, termasuk melakukan pembatasan.

Ramai-ramai Pakai VPN

Foto: Tomohiro Ohsumi/Getty Images
Netizen cukup sigap menyiasati leletnya akses medsos dan layanan messaging pasca pembatasan diberlakukan. Mereka langsung melirik aplikasi Virtual Private Network (VPN) untuk menerobos pembatasan.

Sejumlah pakar memperingatkan agar tidak sembarangan menggunakan VPN. Untuk diketahui, VPN adalah koneksi antar jaringan yang bersifat pribadi melalui jaringan internet publik.

Praktisi keamanan internet dari Vaksincom Alfons Tanujaya mengakui bahwa di toko aplikasi seperti Google PlayStore banyak beredar aplikasi VPN gratisan yang pastinya sangat menarik bagi pengguna. Namun ia mewanti-wanti bahwa VPN gratisan ini sejatinya menyimpan 'bom waktu'.

Sebaliknya, ketika ingin mencari keamanan yang terjamin, Alfons mengimbau pengguna untuk memilih VPN berbayar dan memiliki track record yang jelas alias perusahaan yang memang khusus bergerak dalam bisnis VPN.

"Kalaupun terpaksa menggunakan VPN gratisan, usahakan untuk membatasi penggunaan dan menghindari melakukan transaksi yang mengandung nilai penting seperti kredensial akun (login akun sosial), nomor kartu kredit dan data lainnya," kata Alfons.

VPN gratisan sendiri disebut Alfons seperti menawarkan permen pada anak kecil yang memang sangat menggemari cemilan manis tersebut. Alhasil, jika yang menawarkan permen tersebut beritikad jahat, bisa saja anak yang ditawari permen tersebut menjadi korban kejahatan.

"Dalam kasus ini pengguna VPN gratisan ibaratnya anak kecil yang tidak mengerti bahayanya mengambil permen dari orang tidak dikenal dan semua data (trafiknya) dilewatkan ke server VPN," tuturnya.

"Pemilik server VPN jika menginginkan bisa saja melakukan tapping (merekam) atas trafik yang lewat ke servernya dan berbagai risiko mengancam pengguna VPN gratisan tersebut," imbuh Alfons.

Dengan kondisi seperti ini, tentu saja ada sejumlah risiko mengintai pengguna. Pertama, data penting seperti kredensial akun, data kartu kredit, login internet banking yang tidak dilindungi dengan baik akan bocor.

Kedua, katakan data tersebut diamankan dengan baik dan tidak bocor. Namun profil dari pengguna VPN, browsing ke mana saja, hobinya apa, kecenderungan politiknya, bisa terlihat dari situs-situs yang dikunjunginya dan terekam dengan baik di server VPN.

"Ini bisa digunakan untuk kepentingan iklan atau lebih parahnya digunakan untuk mempengaruhi user. Misalnya diketahui orangnya masih bimbang memilih, lalu ditampilkan iklan-iklan yang miring ke salah satu paslon seperti yang terjadi pada kasus Cambridge Analytica," Alfons memaparkan.

Ketiga, trafik VPN yang masuk ke user dengan mudah bisa disusupi iklan atau malware yang jika digunakan untuk menginfeksi user dengan malware dan risikonya tidak kalah bahaya dengan kasus Spyware Israel di WhatsApp kemarin.

"Saya tidak bilang semua penyedia VPN gratisan buruk atau jahat. Tetapi logikanya menyediakan layanan VPN membutuhkan server, biaya operasional dan bandwidth. Jadi tidak logis kalau ada VPN gratisan yang reliable. Kalaupun ada yang relatif aman tetapi performanya biasanya rendah (speednya rendah/lemot)," pungkasnya.

Pembatasan Dicabut, Akses Kembali Normal

Foto: Reuters
Setelah sempat dibatasi, akses WhatsApp dan media sosial kembali normal. Hal ini dipastikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara pada Sabtu (25/5).

"Situasi kerusuhan sudah kondusif sehingga pembatasan akses fitur video dan gambar pada media sosial dan instant messaging dicabut. Insya Allah antara jam 14.00 - 15.00 WIB sudah bisa normal," ujar Rudiantara saat dihubungi detikINET.

"Saya mengajak semua masyarakat pengguna media sosial, instant messaging maupun video file sharing untuk senantiasa menjaga dunia maya Indonesia digunakan untuk hal-hal yang positif. Ayo kita perangi hoax, fitnah, informasi-informasi yang memprovokasi seperti yang beredar saat kerusuhan," lanjut pria yang kerap disapa RA itu.

Kominfo juga mengimbau masyarakat uninstal aplikasi VPN demi menghindari risiko pengintaian data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Kominfo mengimbau agar pengguna telepon seluler atau gadget dan perangkat lain segera menghapus pemasangan (uninstall aplikasi virtual private network (VPN) agar terhindar dari risiko pemantauan, pengumpulan hingga pembajakan data pribadi pengguna," kata Ferdinandus Setu, Plt Kepala Biro Humas Kominfo, Sabtu (25/5).

"Kami pun mendorong masyarakat melaporkan melalui aduankonten.id atau akun Twitter @aduankonten jika menemukan situs atau media sosial mengenai aksi kekerasan atau kerusuhan di Jakarta," imbuhnya.

Halaman 2 dari 4
(rns/rns)