Para Mantan Petinggi Facebook yang Berbalik Jadi Musuh
Hide Ads

Para Mantan Petinggi Facebook yang Berbalik Jadi Musuh

Fino Yurio Kristo - detikInet
Senin, 13 Mei 2019 12:01 WIB
Para Mantan Petinggi Facebook yang Berbalik Jadi Musuh
Facebook. Foto: Reuters
Jakarta - Berbagai skandal yang menaungi Facebook membuat banyak mantan petingginya berbalik mengecam jejaring sosial terbesar di dunia yang didirikan Mark Zuckerberg itu. Berikut beberapa di antaranya.

Sean Parker

Sean Parker adalah mantan presiden Facebook di masa-masa awalnya. Parker menyebut bahwa sejak awal, Facebook dirancang agar pengguna menghabiskan waktu selama mungkin di situs itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Artinya kami perlu memberikan kalian sedikit kesenangan, karena seseorang suka atau mengomentari postingan kalian. Dan itu akan berkontribusi pada lebih banyak konten dan kalian mendapat lebih banyak like serta komentar," papar dia.

"Konsekuensi dari jaringan yang tumbuh untuk 2 miliar orang adalah mengubah relasi kalian dengan masyarakat, dengan satu sama lain. Hanya Tuhan yang tahu apa yang dilakukan Facebook pada otak anak-anak," tambah Parker yang sudah tidak lagi menggunakan Facebook.

Chamath Palihapitiya

Mantan eksekutif Facebook, Chamath Palihapitiya, mengaku merasa bersalah karena Facebook belakangan banyak disalahgunakan. Misalnya saja dalam kampanye Pilpres Amerika Serikat. Di mana diduga banyak hoax yang didalangi berbagai pihak berseliweran.

"Tentu saja aku merasa bersalah. Tidak seorangpun pernah berpikir akan ada manipulasi di sistem. Kalian bisa melihat sendiri reaksi dari orang yang menjalankan perusahaan. Mereka tak pernah mengira itu mungkin," kata dia.

"Tapi di kedalaman pikiran kami, kami tahu sesuatu yang buruk akan terjadi. Saya pikir, kami menciptakan tool yang memecah belah tenun sosial masyarakat," sebutnya lagi.



Roger McNamee

Roger adalah investor awal Facebook dan mentor Zuckerberg. pria berkacamata ini menyebutkan Facebook bersama dengan Google dan Twitter adalah perusahaan yang menciptakan masalah besar bagi demokrasi global.

Disampaikan McNamee, Facebook dikatakannya sebagai 'surveillance capitalism', sebuah ungkapan terhadap model bisnis Facebook yang menggunakan data untuk 'memanipulasi perhatian' dan menjual iklan sesuai target.

"Dalam skala kecil tidak ada salahnya, dalam skala menengah bahaya itu dapat dikelola, dalam skala besar hal itu beracun sampai-sampai mengancam fondasi tatanan global," ungkapnya.

Chris Hughes

Mark Zuckerberg bukan satu-satunya pendiri Facebook. Ada beberapa nama lain, salah satunya Chris Hughes yang turut berperan membantu Zuck mentranformasi Facebook dari sebuah proyek di kamar asrama menjadi bisnis sesungguhnya. Tapi saat ini, Hughes tampak kecewa dengan Zuck.

Dalam opini panjangnya di New York Times, Hughes menyatakan bahwa Zuck punya kekuasaan yang tidak dikendalikan dan punya pengaruh begitu jauh. Maka, ia mengusulkan agar Facebook dipecah saja.

"Mark adalah orang yang baik. Tapi aku marah bahwa fokus dia soal pertumbuhan membuatnya mengorbankan keamanan dan peradaban demi klik," tulis Hughes dalam kolomnya di New York Times.

Halaman selanjutnya: Mantan Petinggi WhatsApp

Brian Acton

Foto: Business Insider
Brian Acton, salah satu pendiri WhatsApp, bergabung dengan Facebook ketika perusahaannya dibeli. Ia memutuskan keluar dari Facebook pada akhir 2017 karena tidak setuju dengan kelakuan Zuck mengutak atik WhatsApp. Bahkan dia menyerukan untuk 'delete Facebook'.

"Pada akhirnya, aku menjual perusahaanku. Aku menjual privasi user. Aku membuat pilihan dan berkompromi. Dan hal itu selalu mengusikku setiap hari," sebut Acton.

"Aku sudah terjual, aku mengakui hal itu," tambah dia dalam wawancara dengan Forbes. Saking kecewanya, Acton bahkan tidak mengambil jatah saham senilai USD 850 juta atau di kisaran Rp 12 triliun saat dia resign.

Tim Kendall

Mantan direktur monetisasi Facebook ini menjadi kerap mengkritik Facebook dan melakukan aksi diam-diam. Tahun silam, Kendall menghabiskan USD 7 juta untuk mendanai momen, startup yang membantu pengguna smartphone lebih baik dalam mengendalikan diri saat memakai media sosial.

Kendall dalam sebuah wawancara merasa menyesal bahwa dia tidak memperkirakan bahwa Facebook akan dimanfaatkan sejumlah orang tidak baik untuk memuluskan kepentingannya.

"Saya sedikit merasa bersalah karena tidak mengantisipasi sejumlah konsekuensinya," sebut Kendall. Tapi dia masih percaya Mark Zuckerberg dapat memperbaiki Facebook.

Kevin Systrom

Kevin mendirikan Instagram dan masuk jajaran petinggi Facebook kala perusahaannya itu dibeli. Dia memutuskan keluar tahun silam bersama pendiri Instagram lainnya, Mike Krieger.

Di kemudian hari, Systrom mengumumkan kepergian dari Facebook adalah karena ada faktor ketidaksukaan terhadap sesuatu, walau tak ia jelaskan secara mendetail.

"Ketika meninggalkan sesuatu, terkadang itu dikarenakan tidak ada kecocokan dengan sesuatu yang mau Anda lakukan, atau adanya perubahan, atau hal lainnya," kata dia.

Belakangan terungkap baik Systrom maupun Krieger ternyata tak setuju dengan pandangan CEO Facebook Mark Zuckerberg mengenai masa depan Instagram, yang kemudian memicu hengkangnya kedua orang itu. Instagram terlalu banyak diutak atik.

Menurut laporan terbaru Wired, hal paling menarik dari perseteruan antara Systrom dan Krieger dengan Zuck adalah keinginan Systrom menyetop fitur di mana pengguna Facebook bisa memposting ke Instagram.

Halaman 2 dari 2
(fyk/fyk)