Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah mengatakan, 5G masih diliputi isu bagaimana monetisasi. Secara teknologi, menurut Ririek use casenya bagus, namun rill-nya belum menjadi suatu kebutuhan.
"Saya contohkan driveless (mobil tanpa kemudi), apakah rillnya akan digunakan dalam waktu dekat. Kalau di negara kita rasanya belum. Driveless itu optimal ataupun maksimal kalau semuanya driveless, lah kalau di jalan ada metro mini bagaimana, kan jadi kacau semuanya. Mungkin bisa tapi diterapkan, tapi hanya di kawasan tertutup, untuk angkut barang," ujar Ririek di acara Media Gathering yang berlangsung di Denpasar, Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Telkomsel Belum Berniat Matikan 2G, Kenapa? |
Ditambahkannya, saat ini use case yang sudah ada dan lebih nyata untuk menghadirkan fixed wireless ke rumah menggantikan fiber optik. Karena di banyak negara, rumah-rumah tidak terlalu padat sehingga lebih menggunakan wireless ketimbang fiber optik.
"Kecepatannya tidak beda jauh. 5G kan bisa di atas 1 Gbps," ungkap Ririek.
Untuk menerapkan 5G di Indonesia, dibutuhkan 100 MHz untuk kapasitas 20-28 GB. Masalahnya di Indonesia ketersediaan spektrum yang bisa dipakai 5G belum ada.
"Yang di atas nggak ada masalah, karena belum banyak dipakai. Nah kalau di bawah, spektrum 100 MHz sampai hari ini belum tersedia. Pemerintah harus menyediakan agar spektrum bisa dipakai untuk 5G," terang bos Telkomsel ini.
Telkomsel sendiri memastikan menjadi yang terdepan dalam 5G. Pengujian telah dilakukan di kantor dan event Asian Games 2018 lalu.
Baca juga: Telkomsel Siap Jika Ibu Kota Pindah |
"Kalau spektrumnya sudah tersedia, kami akan langsung menerapkan 5G. Kalau sekarang masih terlalu cepat," kata Ririek.
"Kalau soal IoT, tidak perlu harus menunggu 5G. Sudah bisa dengan 4G. Malah kami punya teknologi 4,9G," pungkasnya. (rns/rns)