Pendapat seputar hal itu dilontarkan oleh Wicak Hidayat dari Code Margonda, coworking space di Depok, dalam acara d'Excluspeak yang membahas tema "Powerful Generation in Digital Era", Kamis (18/10/2018) malam WIB.
Baca juga: Seperti Apa Generasi yang Powerful? |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dunia digital, keberadaan algoritma sejatinya dirancang untuk mendekatkan masing-masing individu terhadap hal-hal yang mereka minati. Tapi, kata Wicak, hal itu pada akhirnya justru membuat kita terjebak dalam ruang gema algoritma.
"Kita cuma mendengar dan tahu tentang apa yang kita suka. Kita cuma mau tahu orang yang sama dengan kita. Algoritma yang menjebak kita," ucap Wicak.
Sehubungan dengan hal tersebut, Wicak pun menilai bahwa powerful generation adalah para sosok yang mampu memecah algoritma tersebut. Hal itu, berusaha keluar dari belenggu algoritma, bisa dilakukan semua orang diawali dengan hal-hal sederhana.
"Nggak perlu jadi konten kreator, nggak perlu jadi influencer, nggak apa-apa. Tapi kita sebagai pengguna sadar ada algoritma itu, yang menjebak kita. Kitalah yang dengan sadar melakukan upaya untuk memecah algoritma," ujarnya.
"Misalnya, yang suka Manchester United sekali-sekali dengan sengaja baca dan like orang yang suka Liverpool. Kira-kira kayak gitu. Itu baru powerful generation," tutur Wicak, merujuk pada sengitnya nuansa persaingan kedua klub sepakbola Inggris itu dan juga fansnya.
(krs/rns)