Seperti diketahui, Facebook digugat class action oleh dua lembaga Indonesia, yaitu Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) dan Indonesia ICT Institute (IDICTI) yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia.
Alasan kasus tersebut hingga akhirnya dibawa ke meja hijau, karena Facebook dinilai penggugat tidak transparan terkait kasus penyalahgunaan data pribadi penggunanya. Dari 87 juta pengguna yang dibocorkan oleh Cambridge Analytica, satu juta di antaranya berasal dari Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Surat permohonan bantuan menghadirkan saksi dan/atau ahli warga Inggris (1. Perwakilan Komisi Informasi (ICO) Inggris, 2. Brittany Kaiser (Mantan Direktur Pengembangan Bisnis Cambridge Analytica, dan 3. Dr. Alexander Kogan (Akademisi Cambridge University) untuk kepentingan hukum gugatan Class Action terkait penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi Facebook dan Cambridge Analytica di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan-Indonesia," begitu isi keterangan surat yang ditujukan kepada Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia.
Saat ditanya soal saksi tambahan tersebut, Kuasa Hukum penggugat Jemy Tommy membenarkannya. Disampaikannya, kasus ini tidak boleh atau tidak dapat mengorbankan asas transparansi, keadilan dan kepatuhan hukum Indonesia.
"Masyarakat Indonesia tentunya menginginkan pengawas dan pengendali penyelenggara sistem elektronik Indonesia bisa pro aktif, seperti pengawas data Inggris yang merilis hasil sementara dari investigasi yang telah dilakukan selama 14 bulan," tuturnya.
Selama waktu itu, seperti diucapkan Jemy, ICO melakukan investigas melalui timnya yang terdiri 40 orang, untuk meneliti 172 organisasi yang diminati, mewancarai lebih dari 100 orang, dan telah mengidentifikasi sebanyak 285 individu yang terkait penyelidikannya.