Kedua pendiri yang sudah meninggalkan Facebook itu, konon karena tidak setuju dengan rencana iklan di WhatsApp, sejak dulu sudah mengutarakan prinsipnya tersebut.
Pada tahun 2012, dua tahun sebelum Facebook membeli WhatsApp, Jan Koum menulis di blog WhatsApp soal ketidaksenangannya terhadap iklan.
"Aku dan Brian menghabiskan 20 tahun di Yahoo. Bekerja keras untuk menjual iklan karena itu yang dilakukan Yahoo. Mereka mengumpulkan data dan beriklan. Kami menyaksikan Yahoo dilampaui Google, penjual iklan yang lebih efisien dan lebih untung," tulisnya.
Menurut Jan, mereka tahu apa yang dicari user, sehingga bisa mengumpulkan data dengan lebih efisien dan menjual iklan lebih baik. Perusahaan-perusahaan itu tahu semua tentang pengguna, teman-temannya sampai kegemaran dan menggunakan semua itu untuk menjual iklan.
"Ketika kami memulai sendiri, kami ingin membuat sesuatu yang bukan hanya tempat iklan. Kami ingin membuat layanan yang ingin dipakai orang. Kami tahu bisa melakukan apa yang menjadi keinginan orang setiap hari, yaitu menghindari iklan," tambah Koum.
"Tak seorangpun bangun dan tertarik melihat lebih banyak iklan, tak seorangpun tidur dengan memikirkan tentang iklan yang akan mereka lihat besok. Kami tahu orang pergi tidur memikirkan tentang siapa yang mereka ajak chat atau kecewa karena tidak melakukanya," papar dia.
Baca juga: 'Pengkhianatan' Facebook pada WhatsApp |
Dia menilai iklan merusak estetika dan penghinaan terhadap intelijensi. Koum pun berjanji para engineer di WhatsApp pekerjaannya bukan mengumpulkan data, melainkan membuat fitur-fitur baru atau memperbaiki bug demi para user.
Pada saat itu sebagai metode monetisasi, WhatsApp menarik biaya murah untuk menggunakan layanan, hanya sebesar USD 1. Beberapa tahun setelah dibeli Facebook, metode monetisasi itu dihilangkan.
Halaman selanjutnya: WhatsApp Tak Jua Menghasilkan Untung