Google Kena Denda Uni Eropa Rp 56 Triliun, Kenapa?
Hide Ads

Google Kena Denda Uni Eropa Rp 56 Triliun, Kenapa?

Fino Yurio Kristo - detikInet
Senin, 08 Sep 2025 07:19 WIB
Google punya caranya tersendiri untuk memerangi ISIS, yaitu dengan iklan. Raksasa mesin pencari itu akan menampilkan iklan anti ISIS ketika ada penggunanya yang googling soal ISIS ataupun gerakan-gerakan Islam radikal lainnya.
Foto: Gettyimages
Jakarta -

Google didenda sangat tinggi terkait kasus antimonopoli, yaitu sebesar USD 3,45 miliar atau di kisaran Rp 56 triliun dari regulator Uni Eropa. Google dinilai bersalah atas praktik anti persaingan dalam bisnis teknologi periklanannya.

Komisi Eropa menuduh Google mendistorsi persaingan di pasar teknologi periklanan (adtech) dengan secara tidak adil mengutamakan layanan teknologi periklanan display miliknya sendiri sehingga merugikan para pesaing.

Komisi tersebut juga memerintahkan Google untuk mengakhiri praktik-praktik yang mengutamakan kepentingan sendiri dan menerapkan langkah-langkah untuk menghentikan konflik kepentingan yang melekat di seluruh teknologi periklanan. Perusahaan memiliki waktu 60 hari untuk menanggapi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keputusan hari ini menunjukkan bahwa Google menyalahgunakan posisi dominannya di teknologi periklanan yang merugikan penerbit, pengiklan, dan konsumen. Perilaku ini ilegal berdasarkan aturan antimonopoli Uni Eropa," kata kepala persaingan Uni Eropa, Teresa Ribera.

ADVERTISEMENT

"Google sekarang harus mengajukan solusi serius untuk mengatasi konflik kepentingannya dan jika gagal, maka kami tidak akan ragu untuk menerapkan solusi yang tegas," imbuhnya seperti dikutip detikINET dari CNBC.

Kepala urusan regulasi global Google, Lee-Anne Mulholland, mengatakan keputusan Uni Eropa tersebut salah dan perusahaan akan mengajukan banding. "Keputusan ini mengenakan denda yang tidak beralasan dan membutuhkan perubahan yang akan merugikan ribuan bisnis Eropa dengan mempersulit mereka menghasilkan uang," kata Mulholland.

"Tidak ada yang anti persaingan dalam menyediakan layanan bagi pembeli dan penjual iklan dan juga ada lebih banyak alternatif untuk layanan kami daripada sebelumnya," cetusnya.

Kasus ini bermula pada tahun 2021 ketika Uni Eropa pertama kali membuka penyelidikan terhadap Google untuk menilai apakah raksasa teknologi tersebut lebih mengutamakan layanan teknologi iklan bergambar miliknya sendiri.




(fyk/rns)
Berita Terkait