Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) akan lebih kuat jika berkolaborasi. Total ada enam kementerian lembaga yang bersinergi.
"Ini kurang lebih 4 bulan setelah ditandatangani Presiden. Kita tahu bahwa PP ini akan lebih kuat kalau kita berkolaborasi. Jadi totalnya 6 kementerian lembaga hari ini yang berkesepakatan untuk kemudian menurunkan pelaksanaan dari PP No 17 tahun 2025," kata Meutya di sela acara Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Rencana Aksi Implementasi PP No 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak untuk Penguatan Pelindungan Anak, di Museum Penerangan, TMII, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
6 Kementerian itu adalah Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga / Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
PP Tunas, atau Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025, adalah peraturan tentang tata kelola penyelenggaraan sistem elektronik untuk perlindungan anak yang ada di Indonesia. Meutya mengatakan bahwa tim akan mengkaji mengenai klasifikasi media sosial. Tapi, meskipun klasifikasi belum diumumkan, Menkomdigi sangat mengapresiasi dan cukup senang dengan para platform yang kemudian merespons PP 17 tahun 2025 dengan membuat fitur-fitur untuk remaja fitur-fitur untuk anak-anak.
"Sehingga nanti ketika kita lakukan klasifikasi, kalau memang fitur untuk remaja, kita bisa masukkan klasifikasi yang lebih dengan resiko yang medium. Jadi memang kami memberikan waktu juga kepada platform-platform untuk kemudian memperbaiki fitur-fitur ataupun aplikasi-aplikasi lainnya supaya lebih ramah anak-anak Indonesia," imbuhnya.
Lantas, kapan adanya klasifikasinya? Masih kata Meutya, aturan PP ini kan memang memberikan waktu. Komdigi tidak mau terburu-buru menilai sehingga memberi waktu kepada platform untuk memperbaiki fitur-fiturnya dan merespons PP.
"Tentunya dalam waktu dekat kita juga akan umumkan. Tapi dalam prinsip ini, kita ingin kolaborasi, jadi tidak ada keterburu-buruan. Yang ada adalah kehati-hatian dan juga komunikasi kepada para semua stakeholder, antara pemerintah dengan platform-platform," kata Meutya.
Lantas ketika ditanya apa yang menjadi penentu risiko platform risiko rendah, medium, dan tinggi, Meutya membeberkan sejumlah aspek. Pertama dari sisi adiksi atau kecanduan.
"Dilihat dari adiksi, dilihat dari temuan-temuan. Misalnya ada konten-konten pornografi. Bagaimana compliance terhadap konten-konten negatif lainnya. Tidak hanya pornografi tapi misalnya judi online dan lain-lain," ucap Meutya.
Simak Video "Video Komdigi soal PP Tunas: Platform Diminta Menyesuaikan dalam Waktu 2 Tahun"
(ask/fay)