Pegawai Komdigi Tersangka, Pengamat: Pengawasan Rendah dan Serakah
Hide Ads

Pegawai Komdigi Tersangka, Pengamat: Pengawasan Rendah dan Serakah

Fino Yurio Kristo - detikInet
Senin, 04 Nov 2024 22:08 WIB
Tampang tersangka kasus buka akses situs judol yang melibatkan pegawai Komdigi (dok istimewa)
Foto: Tampang tersangka kasus buka akses situs judol yang melibatkan pegawai Komdigi (dok istimewa)
Jakarta -

Polisi menetapkan dua tersangka baru dalam kasus buka blokir situs judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Kini, total sudah 16 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan dua tersangka ditangkap Minggu (3/11/2024). Sebanyak 11 tersangka adalah oknum pegawai Komdigi, sementara 5 lainnya sipil. "Kita telah melakukan penangkapan terhadap dua orang tersangka lainnya. Jadi jumlah tersangka 16 orang," kata Ade Ary.

Menanggapi kasus ini, Kamilov Sagala selaku pengamat dan Ketua Umum PERATIN (Perkumpulan Advokat Teknologi Informasi Indonesia) menyebut Komdigi atau dulunya Kominfo lalai dalam pengawasan internal. Menurutnya, jelas butuh persiapan lama bagi para pelaku karena punya kantor sendiri, barang-barang yang diperlukan, dan biaya cukup besar dalam menjalankan aksi, tapi mereka tak terpantau.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia pun menyoroti dugaan pengawasan internal yang tidak berjalan dengan baik di Komdigi. Padahal sebenarnya aliran uang dari judi online bisa dilacak. Perubahan gaya hidup pegawai juga seharusnya bisa diamati.

"Ke mana uang perginya, transfernya, itu kan ketahuan sebenarnya, di PPATK misalnya. (Kemudian) perkembangan penampilan staff yang bekerja di situ, itu banyak lho perubahan gaya hidupnya, bajunya, mobilnya," kata dia.

ADVERTISEMENT

Jadi menurutnya, para pengawas internal di Komdigi tidak jeli dan kemungkinan hanya menerima laporan tanpa meneliti lebih lanjut. Ada kemungkinan pula para pimpinan hanya terima informasi saja dari bawahan, misalnya sekian juta akun judi online disebut sudah dihapus, tapi tidak sungguh diteliti.

Adapun pelaku judi online bisa saja menyusup ke Komdigi dengan beberapa cara, misalnya dengan berkenalan atau melalui tender. Kamilov pun mengkritik oknum pegawai yang ingin cepat kaya secara instan, suka flexing, dan akhirnya terlibat membina judi online karena tergoda uang dan serakah. Padahal gaji mereka sudah besar.

"Gajinya itu sudah sangat makmur kok, sangat baik. Ini nafsunya, godaannya gede, karena triliunan (transaksinya)," imbuhnya. Untuk itu, dia menyarankan agar nantinya Komdigi lebih berhati-hati dalam memilih pegawai yang ditugaskan memberantas judi online dan dengan seleksi ketat.

Tidak ada salahnya mereka juga dirotasi secara rutin."Ini upaya penggembosan dari dalam, kalau perang ini pasukan ini sudah masuk ke dalam, sudah mati semua," demikian ia mengibaratkan. Karenanya, perbaikan internal harus dilakukan secara total dari A sampai Z.

Lebih lanjut, apa yang dilakukan para tersangka pegawai Komdigi dalam memelihara situs judi online itu sudah masuk taraf luar biasa karena dirancang sejak lama dan dilakukan secara internal. ia pun berharap hukuman yang ditimpakan bisa maksimal.

Di sisi lain, menurutnya judi online di Indonesia bisa diberantas asal ada kerja sama yang baik antar lembaga, keseriusan, dan integritas. Dengan SDM dan peralatan yang sudah tersedia, judi online ini seharusnya bisa ditelusuri sampai ke akar-akarnya oleh pihak-pihak seperti Komdigi, PPATK, kepolisian sampai kejaksaan.




(fyk/rns)