Mantan Pegawai Tuding Meta Sensor Konten Pro Palestina
Hide Ads

Mantan Pegawai Tuding Meta Sensor Konten Pro Palestina

Tim - detikInet
Kamis, 06 Jun 2024 11:15 WIB
Morning commute traffic streams past the Meta sign outside the headquarters of Facebook parent company Meta Platforms Inc in Mountain View, California, U.S. November 9, 2022.  REUTERS/Peter DaSilva
Kantor pusat Meta. Foto: REUTERS/PETER DASILVA
Jakarta -

Sebuah gugatan hukum menuduh bahwa Meta sengaja menyembunyikan konten pro Palestina di platform media sosialnya. Gugatan itu dilayangkan oleh Ferras Hamad, seorang enginneer Meta berkebangsaan Palestina-Amerika yang bekerja di tim machine learning dan diberhentikan Februari silam.

Ia mengklaim Meta, induk Facebook dan Instagram, memecatnya setelah dia coba memperbaiki bug yang menyebabkan postingan Instagram bertema Palestina terdampak. Dalam gugatan di pengadilan California, Hamad menuding Meta melakukan diskriminasi, pemberhentian tidak sah, dan lainnya.

Hamad menuduh Meta memiliki pola bias terhadap warga Palestina, di mana mereka menghapus komunikasi internal karyawan yang membahas kematian kerabat mereka di Gaza dan menyelidiki penggunaan emoji bendera Palestina. Padahal, Meta tak melakukan penyelidikan ke karyawan yang mengunggah emoji bendera Israel atau Ukraina dalam konteks serupa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip detikINET dari Reuters, Juru bicara Meta Andy Stone menyebut Hamad dipecat karena melanggar kebijakan akses data perusahaan, yang membatasi apa yang dapat dilakukan karyawan dengan berbagai jenis data.

Klaim Hamad mencerminkan kritik lama kelompok HAM atas tindakan Meta memoderasi konten tentang Israel dan wilayah Palestina. Konsultan SDM Bryan Driscoll menyebut tindakan Meta tercela tapi tidak mengejutkan, mengingat rekam jejak perusahaan dalam moderasi dan bias konten.

ADVERTISEMENT

"Gugatan itu menuduh Meta memecat engineer karena menyampaikan kekhawatiran tentang perusahaan tersebut menekan konten pro Palestina di Instagram. Jika benar, ini berdampak besar, baik terhadap kredibilitas Meta, yang tampaknya tidak dipedulikan orang, maupun terhadap isu lebih luas soal kebebasan berpendapat dan sensor di bidang teknologi," katanya.

Driscoll mengatakan ditekannya konten politik apa pun, terutama terkait Gaza, menyoroti kekuatan dan tanggung jawab raksasa teknologi terhadap wacana publik. Karena umumnya pengguna medsos tak menyadari seluk-beluk moderasi konten, Meta kemungkinan besar takkan terpengaruh kasus ini dalam jangka panjang. Namun, Meta dapat menghadapi konsekuensi finansial dan pukulan jangka pendek terhadap citranya.

"Persepsi bias dalam moderasi konten dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pengguna, tapi jujur saja, para pengguna fanatik Facebook dan Instagram tidak akan kemana-mana," tambah Bryan.

Arun C. Kumar, penulis The Data Deluge: Making Marketing Work for Brands and People, mengatakan pemicunya kemungkinan karena Meta telah menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris. Oleh karena itu, semua gambar dan simbol Hamas yang terkait akan dikenali oleh algoritma.

"Jika pengguna menunjukkan bendera Palestina di sebuah postingan dan Hamas telah menggunakan bendera Palestina dalam postingannya, maka algoritma akan menyembunyikan konten tersebut. Begitulah cara kerja AI," cetusnya.




(fyk/fyk)
Berita Terkait