Indonesia berpotensi kehilangan Produk Domestik Bruto sekitar Rp 216 triliun pada tahun 2024-2030. Global System for Mobile Communications Association (GSMA) mendorong Pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang harga frekuensi 5G.
Potensi kehilangan PDP Rp 216 triliun itu terjadi apabila Pemerintah Indonesia masih menetapkan harga pita spektrum baru yang masih mengikuti harga lama.
Berdasarkan analisis GSMA menunjukkan bahwa sejak tahun 2010, perkiraan biaya total spektrum tahunan bagi operator seluler telah meningkat lebih dari lima kali lipat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh biaya yang berkaitan dengan pelelangan dan biaya spektrum frekuensi yang terkait dengan perpanjangan perizinan.
Sebaliknya, pertumbuhan pendapatan industri tidak seiring dengan pendapatan rata-rata per pengguna layanan seluler di mana terjadi penurunan sebesar 48% selama periode yang sama (dalam USD). Selain itu, biaya spektrum frekuensi yang disesuaikan setiap tahunnya terus meningkat dikarenakan inflasi.
Biaya yang berkaitan dengan spektrum frekuensi di Indonesia kini sudah tinggi. Rasio biaya spektrum frekuensi tahunan dibandingkan dengan pendapatan seluler di Indonesia saat ini berada pada 12,2%, sementara rasio rata-rata di kawasan APAC dan global masing-masing hanya sebesar 8,7% dan 7,0%.
Dengan pasokan spektrum frekuensi yang akan berkembang secara signifikan di Indonesia, analisis GSMA menunjukkan bahwa pengurangan harga satuan spektrum frekuensi sangat penting dilakukan guna menghindari total biaya yang melonjak.
Jika tidak, operator akan kesulitan melakukan investasi yang signifikan dalam pengembangan 5G. Kesulitan ini akan berdampak buruk seperti penyebaran jaringan yang lebih lambat, pengalaman seluler konsumen yang kurang baik, dan hilangnya potensi pertumbuhan ekonomi yang yang hadir dari aplikasi-aplikasi yang menggunakan teknologi 5G terbaru.
"Dengan lelang spektrum frekuensi 5G yang akan datang, kami mendorong pemerintah untuk terus memberikan insentif bagi industri untuk berinvestasi dalam infrastruktur digital yang akan datang dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan manfaat sosial yang besar bagi masyarakat Indonesia," ujar Head of Asia Pasific, GSMA, Julian Gorman, dalam siaran persnya, Jumat (10/11/2023).
"Pemerintah harus fokus pada kebijakan yang mendukung agar 5G berhasil di Indonesia, termasuk soal pasokan dan penetapan harga spektrum. Keberhasilan 5G di Indonesia memerlukan kerangka regulasi yang matang untuk proses pelelangan yang sukses sehingga muncul timbal balik yang adil bagi pemerintah dan mengakselerasi pertumbuhan digital," ucapnya.
Sebagai informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana menyediakan sejumlah pita frekuensi dalam dua tahun ke depan, termasuk 700 MHz, 2,6 GHz, dan 3,5 GHz, serta frekuensi mmWave di pita 26 GHz. Spektrum tambahan ini akan menghadirkan dua kali lipat dari total pasokan spektrum frekuensi saat ini.
Untuk mencegah potensi Indonesia kehilangan PDP Rp 216 triliun itu, GSMA memberikan tiga rekomendasi untuk Pemerintah Indonesia terkait lelang spektrum frekuensi 5G, yaitu sebagai berikut:
- Kurangi Harga Tawar Minimum: GSMA menyarankan penetapan harga tawar minimum yang lebih rendah untuk lelang pita spektrum frekuensi mendatang. Biaya spektrum frekuensi di Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam 10 tahun terakhir dan hal ini menjadi ancaman besar bagi pengembangan layanan seluler masa depan. Dengan menurunkan harga tawar minimum, Pemerintah Indonesia dapat memberikan ruang untuk penetapan harga yang baru dan mengurangi risiko spektrum frekuensi yang tidak terjual. Apabila ada biaya atau kewajiban yang harus ditanggung, biaya tersebut harus diperhitungkan ke dalam harga tawar minimum dan biaya tahunan.
- Peninjauan Kembali Biaya Tahunan Spektrum: Langkah penting lainnya adalah mengevaluasi dan menyesuaikan formula yang mengatur biaya tahunan spektrum frekuensi. Pemerintah harus mempertimbangkan bagaimana parameter-parameter yang ada di kerangka formula saat ini bisa disesuaikan untuk memberikan insentif jangka panjang yang tepat sehingga terhindar dari peningkatan biaya yang tidak sejalan dengan kondisi pasar.
- Rencana Spektrum Frekuensi yang Mendukung Perkembangan Masa Depan: Indonesia seharusnya membentuk landasan yang kuat bagi ekosistem selulernya dengan merancang rencana spektrum frekuensi yang jelas dan komprehensif. Landasan ini tidak hanya perlu mempertimbangkan pita yang ada saat ini tetapi juga kebutuhan akan pita dalam jangka panjang, khususnya untuk spektrum frekuensi menengah. Landasan ini juga akan memberikan kepastian yang dibutuhkan para operator seluler untuk merencanakan investasi dan mengembangkan strategi untuk perluasan jaringan mereka.
Simak Video "Video Unboxing Samsung Galaxy A06 5G Free Fire Gaming Package"
(agt/rns)