Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan teknologi yang dipakai untuk menyebarkan akses internet antara satelit Republik Indonesia atau Satria-1 dan Starlink itu berbeda.
Hal ini merespon satelit internet milik Elon Musk itu berpotensi ekspansi layanannya ke Indonesia usai diajak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk menyediakan akses internet di Indonesia timur.
Disampaikan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Kominfo, Usman Kansong, mengatakan meski sama-sama satelit internet tetapi keduanya beda peruntukannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan beda peruntukannya, Starlink itu Low Earth Orbit atau LEO, kalau Satria-1 itu high orbit. Memang beda kapasitas dan peruntukannya," ujar Usman kepada detikINET.
Usman menjelaskan, maksud Luhut pertemuan dengan Musk itu untuk menjajaki Starlink memberikan harga terbaik untuk menyediakan akses internet di fasilitas layanan kesehatan, yakni puskesmas.
Ketika dikaitkan dengan satelit Satria-1 yang memiliki tujuan serupa, Usman menyebutkan bahwa satelit pemerintah itu dinilai masih kurang memenuhi kebutuhan akses internet di puskesmas.
"Tidak (tumpang tindih). Satria-1 itu kapasitasnya 150 Gbps yang tadinya dipakai 150 ribu titik cuma nanti dapat 1 Mbps, jadi sekarang 50 ribu titik supaya dapat kapasitas 4 Mbps. Satria-1 nggak bisa cakup semua dan baru beroperasi Desember atau Januari mendatang," tuturnya.
"Jadi, Satria-1 itu belum bisa cover seluruh kebutuhan, baik puskesmas maupun layanan masyarakat lainnya. Nah, Starlink ini teknologi berbeda, jadi tidak tumpang tindih karena teknologinya berbeda, sama kayak kita pakai fiber optik tapi juga pakai microwave," sambungnya.
Sepengetahuan, Usman belum diketahui penjajakan pemerintah dengan Starlink masuk ke Indonesia itu. Namun ia menegaskan jika terjadi kesepakatan, maka itu bentuknya business to business (B2B).
Sebagai informasi, Starlink sudah masuk ke Indonesia pada 2022 lalu. Kementerian Kominfo telah memberikan Hak Labuh Khusus Khusus Non-Geostationary Satellite Orbit (NGSO) kepada Telkomsat untuk menjadikan Starlink sebagai backhaul.
(agt/afr)