Pemerintah diminta untuk mengaudit kembali mega proyek yang dikerjakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) usai terungkapnya kasus dugaan korupsi Base Transceiver Station (BTS) 4G.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga tersangka, di mana salah satu tersangka adalah Dirut Bakti Kominfo AAL terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022.
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kominfo itu jadi pintu masuk pemerintah dan Kejagung untuk memeriksa dan mengaudit ulang seluruh mega proyek dilakukan Bakti Kominfo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, proyek yang dikerjakan oleh Bakti Kominfo antara lain pembangunan BTS 4G, peluncuran dua satelit, yaitu Hot Backtup Sattelite (HBS) dan satelit Satria-1, Palapa Ring Integrasi untuk menghubungkan 'tol langit' Palapa Ring yang sudah dibangun sebelumnya.
Lebih lanjut, kata Uchok, tujuan audit ulang sejumlah proyek yang dikerjakan unit organisasi di bawah Kominfo itu agar anggaran yang dikeluarkan negara untuk menyediakan layanan telekomunikasi di wilayah 3T dapat efektif dan tepat sasaran.
"Saya pernah menyampaikan harusnya proyek satelit Satria dibatalkan saja. Namun kenyataannya proyek tersebut terus berjalan. Agar kasus ini jelas, Kejagung harusnya tak hanya memanggil Menkominfo saat ini, namun juga meminta keterangan Menkominfo sebelumnya terkait beberapa mega proyek yang pernah dikerjakan Bakti Kominfo. Jangan sampai proyek tersebut menghambur-hamburkan uang negara," tutur Uchok dalam keterangan, Senin (16/1/2023).
Proyek Satelit HBS dilakukan dalam kurun waktu setahun, maka tepatnya pada Maret tahun 2023 ditargetkan akan meluncur ke orbit. Pengadaan infrastruktur (capital expenditure/capex) penyediaan satelit HBS ini membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 5.208.984.690.000, termasuk PPN.
Sedangkan, biaya jasa pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur HBS senilai Rp 475.204.320.000, termasuk PPN per tahun selama masa operasi 15 tahun. Adapun, satelit HBS ini adalah satelit cadangan Satelit Republik Indonesia (Satria) generasi pertama atau Satria-1.
Sementara, satelit Satria-1 yang diproduksi oleh perusahaan Prancis, Thales Alenia Space, itu dibangun dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha atau KPBU dan memerlukan total investasi USD 540 juta atau sekitar Rp 7,7 triliun.
Dengan kapasitas sebesar 150 Gbps, satelit Satria-1 nantinya akan bertugas untuk membantu menyebarkan akses internet sampai ke 150 ribu titik di seluruh Indonesia, dengan rincian 93.900 titik sekolah, 47.900 titik kantor pemerintah daerah, 3.900 titik markas polisi dan TNI, dan 3.700 titik puskemas.
Uchok mega proyek Bakti Kominfo tersebut dinilai sangat rawan penyimpangan, dan disebut tertutup serta luput dari pantauan publik. Hal itu yang, kata dia, mega proyek Bakti Kominfo perlu diaudit ulang.
(agt/fay)