#BlokirKominfo dan Harga Mahal (Telat Sadar) Kedaulatan Digital
Hide Ads

Kolom Telematika

#BlokirKominfo dan Harga Mahal (Telat Sadar) Kedaulatan Digital

Penulis: Alfons Tanuwijaya - detikInet
Senin, 01 Agu 2022 11:52 WIB
Alfons Tanujaya
Alfons Tanujaya
Praktisi sekuriti komputer sejak tahun 2000. Pengamat finansial, pengusaha dan mantan bankir. Dosen tidak tetap di Prasetiya Mulya Business School.
Young woman holding hacked smartphone.
#BlokirKominfo dan Harga Mahal Kedaulatan Digital. Foto: Getty Images/iStockphoto/cokada
Jakarta -

Pemblokiran 7 PSE Penyelenggara Sistem Elektronik oleh Kominfo di akhir Juli 2022 menuai reaksi keras, terutama dari netizen yang menggunakan layanan PSE yang diblokir tersebut dan tagar #BlokirKominfo menggema di Twitter.

Sebenarnya semua PSE sudah diberikan kesempatan dan waktu yang cukup untuk mendaftar dan mendapatkan peringatan sebelumnya. Namun karena memang tidak ada tanggapan atau memutuskan tidak ingin mendaftar, maka PSE yang bersangkutan tidak melakukan pendaftaran sehingga mengalami pemblokiran.

Setelah mendapatkan banyak keluhan, Kominfo akhirnya mendengarkan aspirasi masyarakat dan membuka blokir sementara untuk layanan dompet digital Paypal karena banyak dana pengguna yang tertahan dan tidak bisa digunakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedaulatan Digital dan Risikonya

Indonesia pernah dijajah secara fisik oleh Belanda 3,5 abad. Kemerdekaan berhasil direbut dan kedaulatan Indonesia akhirnya diakui setelah proses bertahun-tahun. Belanda sempat berusaha kembali menduduki Indonesia, namun setelah diplomasi dan perjuangan berdarah-darah, Indonesia berhasil merdeka dan diakui kedaulatannya oleh dunia. Hal itu kita nikmati sampai hari ini.

Hal ini mirip dengan ranah digital Indonesia di mana awalnya tidak terlalu diperhatikan. Setelah ranah digital dikuasai oleh banyak PSE asing, pemerintah baru menyadari pentingnya ranah digital dan ingin mengklaim kembali kedaulatan digital Indonesia.

ADVERTISEMENT

Hal ini sebenarnya agak terlambat, di mana PSE asing sudah menjalankan aktivitasnya bertahun-tahun tanpa pengawasan. Aturan yang berlaku pada PSE tersebut sepenuhnya ditentukan oleh PSE yang bersangkutan melalui EULA alias End User License Agreement.

Karena PSE adalah entitas bisnis, tentunya kepentingan yang diutamakan oleh PSE yang bersangkutan adalah kepentingan pemegang saham yang secara logis akan mengutamakan kepentingan finansial di atas kepentingan lainnya. Namun ibarat kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak dilakukan sama. Inilah yang kita alami hari ini.

Ranah digital sebenarnya tidak bisa diidentikkan dengan dunia nyata, karena akses layanan digital bisa dilakukan dari belahan dunia mana pun asalkan memiliki internet. Namun akses layanan digital tetap membutuhkan infrastruktur pendukung fisik, baik akses wifi, seluler, jaringan fiber pendukung dan backbone.

Secara umum, mayoritas masyarakat Indonesia yang mengakses layanan digital akan melakukannya dari Indonesia. Karena itu akses digital tetap bisa dikontrol dari jaringan pendukung ini.

Apalagi perkembangan beberapa tahun terakhir ini cukup memprihatinkan dimana terjadi gejolak politik dan kekacauan yang memanfaatkan penyebaran informasi dan disinformasi melalui ranah digital sehingga mengakibatkan banyak kejadian tidak terduga seperti Arab Spring, Brexit dan menangnya Donald Trump.

Kebebasan berekspresi tidak terkendali di ranah digital yang tidak dikelola dengan bertanggung jawab sangat berpotensi menyebabkan kekacauan dan kehancuran bangsa, khususnya jika pihak yang memanfaatkan hanya mementingkan kepentingan pribadi/golongannya dan tidak peduli aksinya menyebabkan perpecahan bangsa atau polarisasi.

Karena penyebaran disinformasi pada ranah digital bangsa Indonesia pernah mengalami polarisasi cebong kampret pada pilpres yang lalu yang membuat masyarakat terkotak-kotak dan mudah terpecah belah. Cukup satu tweet dengan kata monyet bernuansa SARA mengakibatkan kerusuhan di Papua dan mengakibatkan kekacauan dan kerusuhan pada banyak daerah.

Andaikan pemerintah tidak cepat menghentikan penyebaran disinformasi tersebut, bukan tidak mungkin kerusuhan tersebut akan menjalar dan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar. Karena itulah maka kedaulatan digital ini sudah menjadi bagian yang sangat penting dan tidak bisa diabaikan oleh pemerintah.

Bermain Cantik

Namun, belajar dari pengalaman gubernur DKI terdahulu dalam menghadapi pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar, pendekatan yang dilakukan juga tidak boleh terlalu kaku. Karena PSE asing yang dibiarkan ini sudah memiliki banyak pengguna yang tentunya akan langsung marah dan protes karena comfort zonenya terganggu.

Jika menghadapi pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar harus dengan komunikasi intens, empati dan menyediakan jalan keluar seperti menyediakan relokasi tempat berjualan alternatif tanpa mengedepankan penindakan yang keras. Maka pendekatan pendaftaran PSE ini juga perlu bermain cantik dan tidak kaku.

Selain itu Kominfo juga perlu melakukan pembenahan pada sistem dan organisasinya dimana profesionalisme, transparansi dan pembenahan sistem internal serta SDM yang mumpuni juga perlu menjadi perhatian utama sehingga mampu memberikan layanan yang baik dan tidak mempersulit PSE yang mendaftar atau malah memanfaatkan pendaftaran PSE ini sebagai sarana KKN baru. Organisasi Uni Eropa dengan GDPR-nya yang profesional, disegani oleh PSE dan menjadi panutan banyak negara di dunia dapat dijadikan contoh.

PSE ini hanya merupakan langkah awal bagi penegakan kedaulatan digital Indonesia. Banyak instansi negara lain yang berkepentingan dengan pendaftaran PSE ini, seperti OJK dan BI yang akan sangat dibantu dalam mengelola aplikasi finansial, Pinjol dan dompet digital asing yang menjalankan aktivitasnya di Indonesia tanpa izin. Kementerian Keuangan yang akan lebih bergigi ketika bernegosiasi menagih pajak pada PSE asing yang menjalankan aktivitas bisnisnya di Indonesia.

Lalu, bagaimana kalau akhirnya PSE ngotot tidak ingin mendaftarkan dirinya ke Kominfo? Kalau memang PSE tidak berminat mengikuti aturan main, maka tidak boleh menjalankan aktivitas bisnis di Indonesia. PSE Indonesia seperti Gojek jika ingin berusaha di negara lain jelas-jelas harus mengikuti aturan di negara yang bersangkutan.

Pemerintah sudah memberikan kelonggaran kepada dengan membuka blokir Paypal sehingga penggunanya bisa menarik dananya yang tertahan karena tidak bisa mengakses layanan. Namun jika Paypal memutuskan tidak ingin mendaftar PSE, masyarakat masih bisa mencari alternatif lain.

Ada layanan sejenis seperti wise.com yang sudah mendaftarkan diri di situs PSE atau membuka rekening valuta asing di bank yang bisa menerima pembayaran mata uang asing melalui jaringan SWIFT dengan selisih kurs yang rendah dan jauh lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan dompet digital asing yang mengenakan spread kurs tinggi.

*) Alfons Tanuwijaya adalah pakar keamanan siber dari Vaksincom




(fyk/fyk)