Waspada Rayuan Pinjol Ilegal, Kominfo Umbar 5 Modus Pelaku
Hide Ads

Waspada Rayuan Pinjol Ilegal, Kominfo Umbar 5 Modus Pelaku

Agus Tri Haryanto - detikInet
Jumat, 20 Agu 2021 16:00 WIB
Dirjen Aptika Semuel Abrijani Pangerapan
Waspada Rayuan Pinjol Ilegal, Kominfo Umbar 5 Modus Pelaku. Foto: Dok. Kominfo


Sniffing

Mengenai modus ketiga, Semuel menyebutnya sniffing. Menurutnya, dengan modus itu, oknum pelaku akan meretas untuk mengumpulkan informasi secara illegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korbannya dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting pengguna.

Disampaikan mantan Ketua APJII ini bahwa Sniffing ini paling banyak terjadi bahayanya kalau menggunakan/mengakses WiFi umum yang ada di publik, apalagi digunakannya untuk bertransaksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini bahaya, karena sniffing itu kan biasanya terjadi di jaringan yang umum diakses publik, di situlah pelaku memanfaatkannya," tandasnya.

ADVERTISEMENT


Money Mule

Modus keempat, yakni money mule. Penipuan jenis ini misalnya ada oknum yang meminta korbannya untuk menerima sejumlah uang ke rekening untuk nantinya ditransfer ke rekening orang lain.

"Kalau di luar negeri mereka berani kliring cek, kita dapat cek tapi begitu kita periksa ternyata cek itu bodong. Begitu kita masukkan, kan kalau di sana prosesnya masuk itu muncul dulu di rekening kita. kalau ternyata tidak clearing, dipotong. Lalu, jika sudah digunakan harus dikembalikan," jelasnya.

Sementara di Indonesia sendiri, lanjut Dirjen Semuel, biasanya pelaku akan meminta calon korban untuk pembayaran pajaknya dikirim terlebih dahulu.

Money mule ini biasanya ditanyakan pelaku dengan calon korban, maukah dapat hadiah atau pajaknya dikirim dulu.

"Sekarang itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang. Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini. Jadi, ini juga marak dan perlu kita waspadai," tegasnya.


Social Engineering

Dirjen Aptika menyebutkan modus kelima, yaitu social engineering. Ia mengatakan bahwa modus ini juga perlu diwaspadai agar tidak terjadi penipuan online.

Pada praktiknya, social engineering ini, pelaku memanipulasi psikologis korban hingga tidak sadar memberikan informasi penting dan sensitif yang kita miliki.

"Pelaku mengambil kode OTP atau password karena sudah memahami behavior targetnya. Dengan kata lain, masyarakat seringkali tidak sadar seringkali membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga," imbuh Semuel.

Dikatakan Semuel, penipuan online bisa berlangsung karena dinamika penggunaan ruang digital yang kian marak. Menurutnya, aktivitas transaksi di ruang digital dapat menimbulkan seseorang melakukan tindak kejahatan berupa penipuan online.

(agt/fay)