Presiden Jokowi membubarkan 10 lembaga, termasuk Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Langkah ini dikritik.
"Dengan tidak adanya BRTI, maka Indonesia akan jadi satu-satunya negara di ASEAN yang tidak memiliki badan regulasi telekomunikasi 'independen'," kata Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi, Minggu (29/11/2020).
Independen yang dimaksud Heru di sini adalah semangat menjawab perubahan iklim bisnis telekomunikasi dari monopoli ke kompetisi. Hal ini secara konsep internasional dibutuhkan adanya lembaga pengatur, pengawas dan pengendali telekomunikasi yang bebas dari kepentingan pemerintah -karena memiliki BUMN- dan pelaku usaha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meski jalan tengah kemudian tetap menjadi bagian dari pemerintah, tapi bebas dari kepentingan operator telekomunikasi," kata mantan Komisioner BRTI ini.
Menurut Heru, jika tidak mendapat informasi lengkap sejarah berdirinya sebuah lembaga, seolah memang mudah untuk membubarkannya. Padahal, lembaga seperti BRTI itu sejarahnya dan mengapa harus ada.
"Membubarkan BRTI bukan hanya soal mencoret lembaga yang dibentuk berdasar UU Telekomunikasi, di penjelasan pula, tapi tentu akan menjadi catatan dunia internasional," kritiknya.
Heru berharap Jokowi meninjau ulang keputusannya dan mendengar sejarah berdirinya lembaga ini lebih dulu. Jangan sampai hal ini nantinya mempengaruhi investasi di sektor telekomunikasi.
"Jangan kemudian kita dikucilkan dari pergaulan internasional dan berpengaruh terhadap investasi di sektor telekomunikasi yang saat ini menjadi sektor teramat penting," pungkasnya.
(fay/agt)