Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana menerapkan pembatasan usia penggunaan layanan media sosial (medsos) minimal 17 tahun. Terkait wacana tersebut, pengamat mengatakan implementasi kebijakan tersebut akan sulit di lapangan.
Disampaikan Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, pemerintah mengusulkan minimal usia yang bisa memiliki akun medsos di dalam Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang saat ini masih dalam pembahasan.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan bahwa pada dasarnya penyedia layanan medsos sudah memberlakukan aturan penggunanya harus di atas 13 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Indonesia banyak anak-anak di bawah 13 tahun sudah memiliki akun, bahkan ada yang dari bayi, tanpa ada sanksi atau apa. Dan uniknya, meski masih anak-anak, mereka dapat follower banyak," jelasnya, Sabtu (28/11/2020).
"Ini harus dikaji mendalam, manfaat, dan mudharatnya mana yang lebih besar. Terutama adalah jika diterapkan bagaimana mekanisme approval akun, apalagi platform yang dipakai hampir semua tidak berbadan hukum Indonesia dan banyak yang tidak patuh aturan di Indonesia," tuturnya.
Hal itu yang menurut Heru berpandangan sanksinya belum jelas jika ada pelanggaran. Ia juga mengingatkan jangan sampai pemerintah tebang pilih, dengan mendesak aplikasi lokal untuk tunduk pada aturan, sedangkan layanan yang berasal dari luar negeri justru bebas.
"Dari pengalaman, yang sulit kan mengatur dan memberikan sanksi pemain media sosial asing, yang bahkan sering kali bukan diberi hukuman terkadang malah dijamu," ucap mantan Komisioner BRTI ini.
Heru mengungkapkan memasukkan batasan umur penggunaan layanan medsos ke dalam aturan tertulis itu dinilai mudah. Akan tetapi, metode membatasi seperti apa di lapangan itu yang sulit.
"Sebab kalau hanya mengisi tanggal lahir seperti daftar akun kan pengguna bisa berbohong soal usia. Kalau pakai kartu identitas, nah ini yang akan bisa menimbulkan isu baru. Kita mau melindungi pengguna medsos Indonesia tapi "menyetor" KTP atau NIK pada platform yang kita tidak tahu apakah data itu dijaga atau malah disalahgunakan," kata Heru.
"Lalu sanksinya jika ada pelanggaran seperti apa. Apakah pengguna yang diblokir, dan bagaimana jika platform tidak mau blokir karena aturan di mereka hanya di atas 13 tahun dan meski berbohong banyak anak-anak di bawah 13 tahun tetap memiliki account," ungkap Heru menambahkan.
Kemudian, ia menyarankan, sebelum aturan pembatasan usia minimal pengguna layanan medsos, maka 'paksa' dulu pengendali data dan pemroses data memiliki Badan Usaha Tetap di Indonesia. Lalu, atur soal penempatan data pengguna Indonesia harus di Indonesia atau seperti apa.
"Dan, tentunya dengan BUT ada kewajiban mereka platform asing penuhi aturan perundang-undangan di Indonesia. Kalau tidak patuh, jangan sungkan dan malu untuk tutup sementara layanan mereka sampai platform tersebut patuhi aturan yang ada di Indonesia," pungkasnya.
(agt/agt)