Ini Tanggapan YLBHI Soal Vonis PTUN Terhadap Pemerintah
Hide Ads

Ini Tanggapan YLBHI Soal Vonis PTUN Terhadap Pemerintah

Tim detikcom - detikInet
Kamis, 04 Jun 2020 20:45 WIB
Kominfo
Foto: detikINET/Agus Tri Haryanto
Jakarta -

Pemerintah divonis melanggar hukum oleh PTUN terkait pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada 2019 lalu. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pemerintah sebaiknya meminta maaf karena pemblokiran tersebut.

Ketua bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menganggap kalau vonis Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) itu sudah menunjukkan masalah serius dalam kebijakan pemerintah.

"Dalam konteks hukum tata negara, ini adalah hal yang serius. Jika pemerintah diputus melanggar hukum, maka artinya tindakan tersebut melanggar konstitusi," ujar Isnur dalam konferensi pers YLBHI, Kamis (4/6/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itulah, meski tuntutan permintaan maaf ini akhirnya tak dimasukkan ke dalam gugatan, Isnur mengatakan kalau sebaiknya pemerintah meminta maaf atas pemblokiran ini.

"Bagi saya, harusnya meminta maaf, apa susahnya sih, di banyak negara lain misalnya, ketika ada kesalahan masa lalu, ya dia minta maaf saja, toh ini bukan masalah personal, ini masalah pengelolaan negara," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Isnur juga mencontohkan, jika masalah serupa terjadi di negara seperti Korea Selatan, maka pejabat yang bersangkutan pasti sudah mengundurkan diri.

"Kalau di Jepang pejabatnya (salah) sudah harakiri, kalau di Korea Selatan sudah ngundurin diri itu pejabatnya. Kalau di kita (Menkominfo) malah buat statement itu kan karena kerusakan infrastruktur," keluh Isnur.

Tuntutan untuk meminta maaf ini memang sempat ada dalam gugatan awal dari pihak penggugat, yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), LBH Pers, YLBHI, KontraS, dan Elsam.

Namun poin tersebut kemudian dihapus setelah mereka menjalani sidang pertama atas saran dari hakim. Jadi dalam putusan, tak dinyatakan bahwa pemerintah harus meminta maaf atas kejadian ini.

Seperti diketahui, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan Presiden Joko Widodo dan Menkominfo melakukan pelanggaran hukum atas perlambatan internet di Papua pada Agustus 2019. Kebijakan itu dilakukan saat terjadi demonstrasi di Papua beberapa waktu lalu.

Majelis menilai perlambatan akses internet itu dilakukan dalam kondisi negara belum dinyatakan bahaya. Selain itu, perlambatan akses internet itu juga membuat aktivitas warga lain banyak yang terganggu.

Berikut amar putusan yang dibacakan majelis dalam persidangan itu:

Menyatakan eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tidak diterima

Dalam pokok perkara

1. Mengabulkan gugatan para penggugat

2. Menyatakan tindakan-tindakan pemerintahan yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II berupa:
-. tindakan pemerintahan perlambatan akses bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 pukul 13.00 WIT sampai dengan pukul 20.30 WIT
-. tindakan pemerintahan yaitu pemblokiran layanan dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Provinsi Papua (29 kota/kabupaten) dan Provinsi Papua Barat (13 kota/kabupaten) tertanggal 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya pada 4 September 2019 pukul 23.00 WIT
-. tindakan pemerintah yaitu memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses secara di 4 kota/kabupaten di Provinsi Papua yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya dan 2 kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 18.00 WIB atau 20.00 WIT
adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan

3. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya sebesar Rp 457.000