RUU Keamanan Siber Nyaris Pecahkan Rekor yang Tercepat Disahkan
Hide Ads

Kontroversi RUU Keamanan Siber

RUU Keamanan Siber Nyaris Pecahkan Rekor yang Tercepat Disahkan

Agus Tri Haryanto - detikInet
Jumat, 27 Sep 2019 19:22 WIB
Suasana rapat DPR. Foto: Dwi Andayani/detikcom
Jakarta - Tak hanya dianggap mengancam privasi dan membelenggu kebebasan berekspresi warga negara Indonesia, Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) juga jadi kontroversi karena dibahas dengan super kilat. Andai masih terus dilanjutkan, maka pengesahannya bisa mengalahkan revisi UU KPK.

Untuk diketahui, proses revisi UU KPK hanya dibahas 13 hari sampai disahkan aturan tersebut pada 17 September 2019. Sedangkan, RUU KKS berpotensi disahkan dalam waktu tiga hari saja.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Proses pembahasan baru siang ini, masa jabatan (DPR) habis Senin mendatang, 30 September, kalau sampai disahkan itu jadi UU super kilat. Revisi UU KPK butuh 13 hari, apalagi ini dibahas dan disahkan (cuma) tiga hari, super kilat," ujar Wahyudi di kantor Setara Institute, Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Gelombang protes yang terus berdatangan, membuat DPR memastikan RUU KKS tersebut tidak disahkan pada periode DPR-RI 2014-2019 dan mulai dibahas lagi pada periode DPR-RI berikutnya.

Menanggapi penundaaan RUU KKS ini, Wahyudi merespons agar mendaur ulang aturan tersebut dengan menghilangkan kata 'ketahanan'. Sebab, menurutnya, kata tersebut menandakan bahwa regulasi ini lebih memfokuskan kepada negara, tidak keamanan para penggunannya.

"Saya sih mendorong agar ini menjadi UU Keamanan Siber, bukan keamanan dan ketahanan siber. Dua konsep yang berbeda sebenarnya antara keamanan dan ketahanan siber, ketahanan itu aspeknya negara, bicara tentang kedaulatan," tuturnya.



Sementara keamanan, menurutnya lebih banyak bicara tentang individu, jaringan dan perangkat. "Bagaimana sistem yang bekerja di alat itu aman, bagaimana individu yang menggunakan alat itu aman, bagaimana jaringan yang digunakan dalam alat ini aman. Bicara tentang ketahanan siber, itu biarkan menjadi urusan tentara dan kementerian pertahanan," pungkasnya.


(rns/rns)